SEBAB MUSABAB DAN TEH MANIS USTAD KARIM
Sore itu, angin pelan-pelan meniup sarung yang dijemur di halaman musholla. Di serambi depan, Ustad Karim duduk santai sambil menyeruput teh manis panas—yang rasanya seperti hidup: kadang terlalu manis, kadang kepanasan juga. Di hadapannya, dua murid setianya—Doni dan Fadil—duduk bersila, wajah mereka penuh tanda tanya seperti ujian matematika tanpa kisi-kisi. “Ustad,” kata Doni membuka percakapan, “saya tuh lagi bingung. Saya udah rencanain semuanya—mau kerja di tempat keren, punya gaji tetap, bisa bantu orang tua. Eh, malah ditolak mentah-mentah pas wawancara. Saya udah doa juga, tapi kok nggak dikabulin ya?” Ustad Karim tersenyum. “Kamu tahu nggak, Don, kalau doa itu kadang kayak pesan online?” Doni melongo. “Maksudnya, Ustad?” “Kadang langsung sampai, kadang pending, kadang juga dikirimnya ke alamat yang lebih baik dari yang kamu tulis.” Fadil langsung nyengir, “Wah, berarti doa Doni lagi ‘out for delivery’ ya, Ustad?” “Bisa jadi,” jawab Ustad Karim sambil terkekeh. ...