Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober 23, 2025

BEGITU BANYAK YANG KUINGAT YANG TAK INGIN KUHAPUS BEGITU SAJA

Gambar
  Begitu banyak yang masih tersisa di ingatan ini — potongan-potongan waktu yang seakan menolak pudar, meski tahun demi tahun berlalu begitu cepat. Kadang aku berpikir, seandainya ingatan itu seperti file di komputer, mungkin aku sudah mencoba menekan tombol delete . Tapi kenyataannya, kenangan bukan sesuatu yang bisa dihapus begitu saja. Ia menempel di hati, di ruang yang tidak bisa disentuh tangan, tapi terasa jelas setiap kali rindu datang diam-diam. Aku masih ingat… hampir semuanya. Masih terbayang jelas sore itu, ketika knalpot mobil sedanmu nyangkut di rel kereta. Aku panik, kamu tertawa. Kamu bilang, “Tenang aja, masih ada lima menit sebelum kereta lewat.” Tapi aku tahu, wajahmu saat itu juga pucat. Lucunya, setelah semua beres, kamu malah bilang itu “pengalaman seru”. Dan entah kenapa, momen kecil itu justru jadi salah satu kenangan paling lekat — mungkin karena di situ aku belajar, bahwa kamu selalu bisa melihat sisi lucu dari hal-hal yang bikin deg-degan. Aku juga m...

AKU INGIN KEMBALI KE SAAT ITU, LAGU ITU MASIH SAMA

Gambar
Nada-nadanya masih menembus hati, seperti dulu. Liriknya seolah bicara langsung kepadaku — dan entah kenapa, setiap kali “Karena separuh aku… dirimu” terdengar, aku selalu berhenti sejenak. Seperti ada sesuatu di dalam dada yang tiba-tiba menghangat, tapi juga perih pada saat bersamaan. Dulu, lagu ini bukan sekadar lagu. Ia adalah teman. Teman di tengah sunyi, teman di antara jarak, teman di masa ketika semua terasa samar antara bertahan dan melepaskan. Waktu itu aku sedang bertugas di Pulau Merah, Banyuwangi — tempat yang eksotik, indah, tapi diam-diam menusuk sepi. Dari kota Banyuwangi, butuh dua jam perjalanan untuk sampai ke sana. Dua jam menuju tempat yang seolah terpisah dari dunia, tapi justru di sanalah aku menemukan banyak hal… termasuk diriku sendiri. Setiap pagi aku berangkat kerja dengan semangat yang kadang dibuat-buat. Tapi setiap kali langkah terasa berat, aku pasang headset, tekan tombol play, dan biarkan suara Ariel mengisi ruang di kepala. Lirik itu, entah kenapa, ...

BELAJAR DARI NOL? EMANG KENAPA?

Gambar
  Ada satu hal lucu tapi nyata dalam hidup: semua orang pengin kelihatan jago, tapi nggak semua orang siap kelihatan bego di awal. Padahal, ya mana bisa langsung jago kalau nggak pernah melewati fase “bego” dulu? Ibarat mau bisa naik sepeda tapi nggak mau jatuh—ya sampai tua paling banter cuma bisa dorong sepeda doang. Banyak orang kalau mulai sesuatu dari nol, langsung panik duluan. Baru buka usaha kecil, dagang kopi kekinian, udah stres karena belum ramai. “Kayaknya bukan rezeki gue deh,” katanya, padahal baru tiga hari buka. Lah, mie instan aja butuh tiga menit buat matang, masa hidup lo cuma dikasih tiga hari buat sukses? Belajar dari nol itu bukan aib. Justru itu tiket masuk ke dunia “jadi bisa”. Semua orang yang sekarang keliatan keren, dulunya juga kikuk. Elon Musk dulu juga pernah gagal. Chef terkenal juga pernah gosongin masakan. Bahkan bayi aja belajar jalan tuh jatuh dulu seribu kali sebelum bisa lari ngibrit ke dapur. Tapi karena mereka terus nyoba, jadilah mereka...

BISNIS ITU TENTANG MARATON, BUKAN SPRINT

Gambar
  Banyak orang yang terjun ke dunia bisnis itu ibarat anak muda baru beli sepatu lari mahal—semangatnya luar biasa, tapi belum tahu kalau lintasan yang dihadapi bukan 100 meter, melainkan 42 kilometer plus bonus tanjakan dan hujan deras di tengah jalan. Di awal, mereka lari kencang. Promosi gila-gilaan, posting tiap jam di media sosial, ngopi terus biar bisa begadang mikirin strategi, dan yakin bahwa dalam tiga bulan pasti jadi miliarder. Tiga bulan kemudian? Badan pegal, modal menipis, dan semangat mulai kempes seperti ban bocor. Lucunya, banyak yang berhenti di titik itu. Bukan karena bisnisnya jelek, tapi karena mereka capek duluan. Sama seperti pelari sprint yang salah masuk arena maraton—nafasnya habis, padahal garis akhirnya masih jauh di depan sana. Padahal, bisnis itu bukan lomba siapa paling cepat kaya. Tapi siapa yang paling sabar, paling konsisten, dan paling tahan banting. Kadang bisnis bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling kuat menahan god...

HIDUP TENANG TANPA NASKAH DRAMA

Gambar
  Pernah nggak sih kamu ketemu orang yang hidupnya kayak sinetron 300 episode — tiap hari ada aja konfliknya? Kadang bukan karena dunia ini kejam, tapi karena dia sendiri yang hobi bikin naskah drama buat hidupnya. Padahal ya, kalau dipikir-pikir, hidup yang tenang itu bukan karena semua masalah udah beres, tapi karena kita belajar berhenti ngeributin hal-hal yang sebenarnya nggak perlu. Coba bayangin, pagi-pagi udah ngeluh karena hujan, padahal hujan itu cuma air, bukan makhluk jahat yang dendam sama rencana kita. Siang dikit, ngeluh macet — padahal semua orang juga kena macet, bukan cuma kita doang yang dikasih spesial treatment dari semesta. Malam, bukannya istirahat, malah buka media sosial terus bandingin hidup sendiri sama orang lain yang lagi liburan di Bali. Akhirnya? Tidur nggak nyenyak, bangun lelah, dan hidup terasa kayak sinetron "Derita Tak Berujung". Padahal, kata kuncinya cuma satu: berhenti ngeributin yang nggak perlu. Tenang itu bukan berarti semua la...

DIOMONGIN DI BELAKANG, TANDA KAMU SUDAH DI DEPAN

Gambar
  Kadang hidup ini lucu. Kita pikir kalau semua orang akan senang melihat kita berkembang, ternyata yang paling rajin memperhatikan justru bukan fans — tapi “haters loyal” yang tiap hari update berita terbaru tentang hidup kita. Kadang mereka tahu duluan kita jalan ke mana, makan apa, posting apa, bahkan siapa yang kita sapa. Hebat kan? Gratis pula, nggak perlu bayar tim promosi.  Padahal, kalau dipikir-pikir, diomongin di belakang itu tanda bahwa… ya, posisi kita memang di depan ! Kalau enggak, gimana bisa mereka ngeliat belakang kita? Kalau mereka sibuk ngomongin, berarti mereka masih di posisi mengejar. Kadang yang ngomong paling keras justru yang paling tertinggal. Dan ini lucunya lagi: kalau mereka berani ngomongin kita di belakang tapi gak pernah ngomong langsung di depan, itu tandanya kita punya wibawa. Bener lho! Mungkin mereka udah latihan di depan kaca mau ngomong ke kita, tapi tiap kali berhadapan langsung, mentalnya auto low battery . Jadinya bisanya cuma di g...

DIA BISA, MAKA SAYA PUN BISA, BIIDZNILLAH

Gambar
  Pernah nggak sih kamu lihat orang lain sukses—entah temen sekelas dulu yang sekarang udah punya usaha, tetangga yang dulunya jualan gorengan sekarang punya cabang tiga, atau mantan gebetan (nah, ini yang kadang paling nyesek) yang tiba-tiba viral karena jadi motivator—dan kamu refleks ngomong dalam hati, “Lah, kok dia bisa sih? Kenapa bukan aku?” Nah, hati-hati, itu kalimat tipis-tipis antara kagum dan minder. Padahal sebenarnya, setiap kali kita lihat orang lain berhasil, itu bukan tanda “kamu gagal”, tapi tanda “kamu juga bisa!” Cuma bedanya, mungkin mereka udah duluan bayar “harga” dari proses yang panjang, sementara kamu baru mulai ngumpulin recehan semangat buat beli tiket masuk perjuangan.   Setiap Keberhasilan Punya Jejak Keringat Kita sering kali cuma lihat “hasil akhir” orang lain. Mobilnya, rumahnya, followers-nya, atau gelarnya. Tapi jarang lihat “proses di balik layar”—lembur, nangis diam-diam, ditolak berkali-kali, dikhianati rekan bisnis, bahkan mungk...

MEMBANDINGKAN DIRI SENDIRI DENGAN ORANG LAIN, BOLEHKAH?

Gambar
  Ada satu kebiasaan manusia yang kadang dilakukan tanpa sadar: membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Ya, yang satu punya mobil baru — kita langsung refleks ke kaca jendela, “Duh, mobil gue kok malah makin mirip odong-odong ya?” Yang satu posting liburan ke Jepang — kita scroll foto sambil mikir, “Lah, ke pasar aja gue mikir ongkos parkirnya.” Atau, yang satu sukses bisnis online — kita langsung mikir, “Padahal dulu nilainya di bawah gue, kok sekarang tokonya rame kayak Indomaret waktu promo?” Lalu muncul nasihat klasik dari teman-teman bijak: “Jangan suka membandingkan diri, nanti kamu stres sendiri!” Nah, sebenarnya… membandingkan diri itu nggak selalu salah . Yang bikin salah itu niat dan arah hatinya . Kalau membandingkannya untuk merendahkan diri atau menumbuhkan iri , itu jelas berbahaya. Tapi kalau membandingkannya untuk belajar dan memperbaiki diri , justru itu bisa jadi jalan menuju kebijaksanaan.   BOLEH MEMBANDINGKAN, ASAL DENGAN NIAT YANG BE...