BELAJAR DARI ZOHRAN MAMDANI: POLITIK YANG PUNYA JIWA - - STRATEGI DISRUPTIF ZOHRAN MAMDANI
Di dunia yang penuh dengan headline dan puja-puji instan,
nama Zohran Mamdani tiba-tiba mencuat di berbagai grup WhatsApp.
“Hebat banget ya, minoritas Muslim bisa duduk di kursi eksekutif New York!”
Begitu kira-kira isi percakapan yang sering lewat di layar ponsel. Lalu disusul
emotikon jempol, doa tangan, dan kalimat sakti: “Semoga di Indonesia juga
bisa begini.”
Tapi, ya cuma sampai situ.
Puja, kagum, lalu selesai.
Padahal kalau mau sedikit lebih dalam — bukan sekadar “wah
hebat ya” — kisah Zohran ini bukan hanya tentang seorang imigran Muslim yang
sukses di kota paling sibuk di dunia, tapi tentang bagaimana idealisme,
akar rumput, dan keberanian berpikir berbeda bisa menembus tembok
kapitalisme yang kerasnya luar biasa.
Nah, seperti yang pernah aku tulis di blog Bukan Apa
Tapi Mengapa - https://nucky-nucky.blogspot.com/2025/11/bukan-apa-tapi-mengapa.html,
keberhasilan seseorang itu seringkali bukan soal apa yang ia lakukan,
tapi mengapa dan bagaimana ia melakukannya.
Dan Zohran adalah contoh hidup dari kalimat itu.
Imigran yang Menolak Menyembunyikan Identitas
Lahir di Kampala, Uganda, lalu besar di New York — Zohran
adalah “minoritas ganda”: seorang imigran dan Muslim.
Dua label yang, dalam dunia politik Barat, sering dianggap tiket menuju KESULITAN.
Tapi anehnya, justru itulah yang ia jadikan pilar utama kampanyenya.
Bayangkan, di jantung kapitalisme dunia, dia maju dengan
ISSUE yang menohok elit:
- Reformasi
perumahan,
- Reformasi
kepolisian dan penjara,
- Kepemilikan
publik atas layanan publik.
Dan ia tidak pernah berusaha menutupi keyakinannya.
Ia tetap salat di masjid, tetap bicara dalam bahasa Urdu dalam kampanye
videonya, bahkan menyinggung krisis Gaza secara terbuka — sesuatu yang
bikin banyak politisi lain keringat dingin.
Ia pernah dengan lantang berkata bahwa jika Benjamin
Netanyahu datang ke New York, ia akan “menangkapnya.”
Kata “berani” bahkan terasa terlalu kecil untuk menggambarkan kalimat itu.
Namun yang menarik bukan hanya keberaniannya, tapi kejujurannya.
Ia tidak berpura-pura jadi “politisi aman” yang selalu cari posisi netral.
Zohran justru menonjol karena otentik — dan itulah yang membuat banyak warga
biasa melihatnya sebagai “salah satu dari kita.”
Tiga Strategi Jitu ala Zohran
Mari kita bahas seperti akademisi yang tetap waras dan
tidak kehilangan rasa humor:
Kenapa Zohran bisa menang di tengah badai politik uang dan media besar?
Ada tiga kunci strategi yang bisa kita pelajari —
dan semua bisa diterapkan di Indonesia, kalau mau.
1. Fokus pada Isu yang Menyentuh Perut Rakyat
Bukan sekadar bicara idealisme di awang-awang.
Zohran menyorot krisis biaya hidup — sesuatu yang semua orang rasakan,
dari sopir taksi, perawat, sampai mahasiswa yang tiap akhir bulan hidupnya
bergantung pada mie instan.
Solusi yang ia tawarkan juga konkret:
- Bus
cepat dan gratis,
- Pembekuan
kenaikan sewa,
- Toko
sembako milik pemerintah,
- Tempat
penitipan anak gratis,
- Perumahan
terjangkau dibangun besar-besaran.
Bayangkan kalau di Indonesia ada caleg yang berani bicara
hal seperti ini — bukan cuma janji “kami akan memperjuangkan kesejahteraan
rakyat” yang bunyinya manis tapi kosong.
2. Kampanye Medsos yang Ringan Tapi Kuat
Ketika banyak politisi masih bingung cara nge-vlog,
Zohran sudah jauh melaju dengan konten video pendek berkualitas tinggi.
Gaya bicaranya ringan, santai, tapi isinya menggigit.
Ia tahu cara bicara kepada publik: bukan dengan kata-kata rumit, tapi dengan
bahasa hati yang bisa dipahami semua kalangan.
Inilah pelajaran penting: di era digital, pesan politik
bukan lagi tentang siapa paling pintar bicara, tapi siapa paling tulus dan
relatable.
3. Gerakan Akar Rumput yang Nyata
Ini bagian paling keren.
Kampanye Zohran bukan cuma di dunia maya.
Ribuan relawannya turun ke jalan, mengetuk pintu-pintu rumah warga,
berbincang langsung, memperkenalkan Zohran, lalu meminta nomor telepon untuk
tetap berhubungan.
Model ini disebut canvassing — dan di sinilah
rahasia utamanya.
Gerakan yang hidup bukan karena baliho besar atau iklan TV, tapi karena
percakapan manusia dengan manusia.
Lalu, Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kalau dirangkum, ada empat pelajaran emas yang bisa
kita bawa pulang dari kisah Zohran Mamdani:
- Politik
harus menyentuh kehidupan nyata rakyat.
Janji muluk tak akan berarti kalau tidak menjawab masalah dasar: biaya hidup, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. - Pesan
politik sehebat apa pun tak akan berguna jika tak sampai ke telinga
rakyat.
Medsos bukan tempat pamer, tapi tempat membangun kesadaran dan menggerakkan. - Keotentikan
adalah daya tarik baru.
Masyarakat mulai bosan dengan politikus “teflon” yang licin dan tidak punya pendirian.
Orang butuh yang punya sikap, punya keyakinan, tapi tetap manusiawi. - Kerja
akar rumput adalah kerja sunyi, tapi menentukan.
Seperti menanam padi — tidak bisa instan, tapi hasilnya nyata.
Saatnya Belajar, Bukan Hanya Mengagumi
Zohran Mamdani membuktikan bahwa politik yang idealis
dan membumi bisa menang.
Bahwa “politik alternatif” bukan mimpi utopis, asal punya gagasan jelas,
gerakan nyata, dan niat tulus untuk melayani. Itu buang2 uang namanya
Dan mungkin, inilah waktunya bagi kita — di Indonesia —
untuk berhenti sekadar berkata,
“Keren ya, semoga bisa begitu juga di sini,”
dan mulai bertanya,
“Bagaimana caranya kita bisa membangun hal serupa di sini?”
Karena seperti yang sering dikatakan Zohran sendiri dalam
kampanyenya,
“Nothing is impossible, if you dare to believe that
ordinary people deserve extraordinary change.”
Dan siapa tahu — di antara kita yang membaca kisahnya hari
ini, ada yang suatu hari akan menjadi “Zohran Mamdani-nya Indonesia.”
Bukan karena ingin terkenal, tapi karena ingin membawa kebaikan yang membumi
— bukan hanya bicara, tapi bekerja.
Kadang, dunia tidak butuh pahlawan baru. Dunia hanya butuh
orang-orang biasa yang berani berbuat luar biasa — dengan niat yang benar.