LEBIH BAIK DARI KEMARIN

 




Kata orang tuaku, “Nak, kamu jangan pernah merasa lebih baik dari orang lain. Tapi, jadilah lebih baik dari dirimu yang kemarin.”
Dulu waktu kecil, kalimat itu rasanya kayak petuah yang terlalu berat buat anak yang hobinya masih rebutan sandal sama adik. Aku cuma manggut-manggut sambil mikir, “lebih baik dari kemarin itu maksudnya apa? Kemarin kan aku udah mandi dua kali, masa hari ini harus tiga kali?”

Tapi makin ke sini, makin aku ngerti — ternyata nasihat itu bukan soal jumlah mandi, tapi tentang hidup yang terus belajar jadi manusia.

Aku ingat satu momen sederhana. Waktu itu aku habis kalah lomba pidato di sekolah. Udah latihan seminggu, tapi pas naik ke panggung, lidahku kaku kayak disemen. Pulang ke rumah, aku langsung manyun, ngerasa gagal total. Tapi ayah cuma bilang, “Kamu udah berani naik panggung, itu aja udah lebih baik dari kemarin.”
Kalimat itu entah kenapa rasanya kayak pelukan yang menenangkan. Karena ternyata, yang dihargai bukan cuma hasilnya, tapi prosesnya — perjuangan kecil yang nggak selalu dilihat orang lain.

Dari situ aku belajar, hidup itu bukan kompetisi melawan orang lain, tapi perjalanan memperbaiki diri sendiri.
Kita ini sering sibuk ngebandingin hidup kita sama hidup orang lain — “dia udah punya rumah, aku masih ngontrak”, “dia udah naik jabatan, aku masih di posisi ini”, “dia udah nikah, aku masih jomblo tapi keren.” Padahal, setiap orang punya lintasan waktunya sendiri.
Allah nggak pernah salah ngatur takdir. Yang sering salah justru cara kita melihat diri sendiri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa yang hari ini lebih baik daripada kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk daripada kemarin, maka ia termasuk orang yang celaka.”
(HR. Al-Bazzar)

Hadis itu seperti cermin nasihat orang tuaku dulu. Bahwa ukuran keberhasilan itu bukan pada siapa yang kita kalahkan, tapi pada sejauh mana kita memperbaiki diri dari hari ke hari.

Kadang, perbaikan itu kecil banget. Kayak belajar menahan marah, mulai rajin nyapa orang duluan, atau cuma sekadar bilang maaf lebih cepat. Tapi di mata Allah, langkah kecil menuju kebaikan itu tetap dihitung besar.

Kadang aku senyum sendiri kalau ingat betapa sederhananya nasihat orang tua, tapi dalamnya luar biasa.
Dulu aku pikir sukses itu soal siapa yang paling cepat sampai. Ternyata, sukses itu soal siapa yang masih mau berjalan, meski pelan, tapi nggak berhenti memperbaiki diri.

Hidup ini memang aneh — kadang yang kita kejar justru bikin kita kehilangan arah. Kita pengen diakui, pengen dianggap lebih baik, padahal yang paling penting itu jadi lebih baik dari diri sendiri kemarin.
Kalau kemarin kita masih gampang tersinggung, hari ini coba belajar sabar.
Kalau kemarin kita suka menunda kebaikan, hari ini coba mulai meski kecil.
Kalau kemarin kita masih sering ngeluh, hari ini coba ganti keluhan dengan syukur.

Sederhana kan? Tapi di situlah letak keindahan hidup: bukan tentang jadi sempurna, tapi tentang terus tumbuh.

Sekarang, setiap kali aku ngerasa minder atau iri sama pencapaian orang lain, aku suka bisikin ke diri sendiri:
“Eh, kamu nggak perlu jadi yang paling hebat, cukup jadi versi terbaik dari dirimu yang kemarin.”

Dan entah kenapa, kalimat itu bikin hati tenang. Karena aku sadar, selama aku masih mau belajar, gagal pun nggak masalah. Karena Allah nggak menilai seberapa tinggi kita melompat, tapi seberapa tulus kita berusaha bangkit setiap kali jatuh.

Jadi, hari ini aku nggak mau ngeributin siapa yang lebih baik.
Aku cuma mau jadi manusia yang, kalau besok Allah kasih umur lagi, bisa bilang:
“Ya Allah, hari ini aku memang belum sempurna, tapi insyaAllah aku sudah sedikit lebih baik dari kemarin.”

Postingan populer dari blog ini

SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN