CATATAN DARI PANGGUNG SILAKNAS ICMI 2025




UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLINK LINK VIDEO BERIKUT :




Pagi itu, Jimbaran menyambutku dengan angin yang terasa… aneh. Entah kenapa, seperti ada getaran kecil yang membuat langkahku lebih pelan dari biasanya. Mungkin karena semalam aku tidur hanya seperti ayam jago—melek sedikit, tidur sedikit—atau barangkali karena hati ini sedang bersiap menghadapi sesuatu yang besar. Yang jelas, langkahku menuju Four Points Hotel terasa seperti sedang melangkah ke panggung besar kehidupan.

Dan jujur saja, rasanya seperti tiba-tiba di-upgrade tanpa pemberitahuan. Mendadak merasa lebih rapi, lebih serius, lebih dewasa—meski sebenarnya sandal jepit masih menggoda dari balik pintu rumah.

Tapi sungguh, pagi itu adalah hadiah. Alhamdulillah ya Allah, sebuah keberuntungan kecil yang terasa seperti bisikan lembut dari langit.

Ketika Bali Menjadi Rumah Para Cendekia

Tanggal 5–7 Desember 2025 bukan sekadar rangkaian angka. Ia terasa seperti perayaan akal, jiwa, dan masa depan. Di Jimbaran yang indah, ratusan cendekiawan dari seluruh penjuru negeri berkumpul. Mereka datang bukan hanya untuk berfoto-foto atau nostalgia masa kuliah, tapi untuk membicarakan bangsa, peradaban, dan masa depan manusia Indonesia.

Langka. Sangat langka.
Seperti gerhana: tidak terjadi setiap hari, tapi ketika muncul, ia meninggalkan jejak panjang di ingatan.

Aku mengangguk kecil sambil membatin:

“Hebat juga Panitia ICMI Bali ini. All out. Rapi, hangat, terasa seperti keluarga besar sedang reuni.”

Orwil Bali dan Orda Badung jelas patut mendapat salam hormat. Mereka bukan sekadar panitia; mereka adalah tuan rumah yang menjadikan Bali rumah bagi para cendekia.

National Leadership Camp: Ketika Ilmu Menyentuh Dada

Pukul 08.00, aku memasuki ruangan National Leadership Camp (NLC). Ruangannya biasa saja, tapi energinya… MasyaAllah. Seperti bunga kering yang tiba-tiba disiram hujan pertama setelah kemarau panjang.

Di dalam hati, tiba-tiba muncul kalimat yang terasa menampar lembut:

﴿ وَقُل رَّبِّ زِدۡنِي عِلۡمࣰا ﴾
“Wa qul rabbi zidnī ‘ilmā.”
“Dan katakanlah: Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu.”
(QS. Ṭāhā: 114)

Dan hari itu… Allah benar-benar menambahkan ilmuku. Melalui pertemuan. Melalui percakapan. Melalui tatap mata penuh harapan.

Aku pun bertemu sahabat-sahabat lama yang kini gelarnya seperti daftar bintang di langit malam: doktor ini, profesor itu. Dan ada pula wajah-wajah baru yang membawa semangat seperti batre baru diisi 100%—Pak Anan Hamin, Mas Ajib, dan seorang doktor muda Ekonomi Syariah yang energiknya seperti habis minum tiga gelas espresso.

Ketika Prof. Arif Satria Menggetarkan Ruangan

Ketua Umum ICMI, Prof. Arif Satria, berdiri dan mulai berbicara. Lembut, runut, tapi setiap kalimatnya seperti petir kecil yang menyambar pikiran.

Ia bicara tentang masa depan, tentang disrupsi, tentang dunia yang berubah lebih cepat daripada kita mengetik kata “password baru.”

Ketika beliau menyebut bahwa di masa depan data bisa disimpan dalam DNA, aku cuma bisa berkata:

“Ya Allah… kemarin upgrade harddisk 1TB aja sudah pusing, ini DNA…”

Lalu beliau mengajak kami mengingat buku Megatrends Asia. Dulu kami baca sambil setengah paham. Tapi sekarang, tahun 2025? Semua itu bukan lagi prediksi—tapi kenyataan hidup.

Asia memimpin dunia.
China menekan Amerika.
Kota super tumbuh cepat.
Perempuan menjadi motor ekonomi.

Kami semua terdiam. Bukan takut.
Tapi tersadar… kami adalah generasi yang sedang hidup di tengah gelombang besar sejarah itu.

Enam Prioritas Menuju Indonesia Emas 2045

Prof. Arif memaparkan enam prioritas besar:

  1. SDM unggul

  2. Pendidikan

  3. Pembangunan umat

  4. Solusi bangsa

  5. Membangun desa

  6. SDGs

Dan aku mendadak ingat ayat yang seolah turun langsung ke dadaku:

﴿ إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡ ﴾
“InnaLlaha la yughayyiru ma bi qawmin hatta yughayyiru ma bi anfusihim.”
“Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Perubahan bangsa dimulai dari manusia.
Dari kami.
Dari ruangan itu.

Prof. Jimly dan Khittah ICMI yang Mencerahkan

Ketika Prof. Jimly Asshiddiqie berbicara, suasana berubah tenang. Kalimatnya mengalir seperti sungai jernih yang menyejukkan.

Ia menyebut tiga pilar ICMI:

  • Keislaman

  • Keindonesiaan

  • Kecendekiawanan

Dan hadis Nabi ﷺ terngiang begitu kuat:

« خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ »
“Khairunnas anfa‘uhum linnas.”
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

Bukankah ICMI memang rumah bagi mereka yang ingin memberi manfaat?

Ketua MPR: Tentang Persatuan

Bapak Ahmad Muzani mengingatkan tentang pentingnya menjaga persatuan.
Kata beliau:

“Keberagaman itu takdir, tapi perpecahan itu pilihan.”

Aku terdiam. Karena benar, bangsa ini bukan kurang cerdas… tapi terlalu mudah dipecah oleh hal-hal kecil.

Mimpi Besar: Koperasi Merah Putih

Materi dari Menteri Koperasi, Ferry Juliantono, membuat ruangan bergemuruh.

80.000 koperasi desa/kelurahan.
Digitalisasi.
Bunga pinjaman 6%.
Keterlibatan anak muda.

Aku tersenyum sambil membatin:

"MasyaAllah… kalau ini berhasil, desa-desa kita akan bangkit seperti harimau tidur yang dibangunkan."

Keletihan yang Menghangatkan Jiwa

Ketika acara selesai, aku keluar dari ruangan.
Langit Bali mulai memerah.
Tubuh lelah.
Kaki pegal.

Tapi hati…

Penuh.
Hangat.
Optimis.
Dan bersyukur.

Aku berkata pelan:

“Alhamdulillah ya Allah… Engkau mengizinkan aku hadir bukan hanya untuk menonton, tapi untuk belajar, tumbuh, dan kelak—insyaAllah—berkontribusi.”

Sebuah Doa Kecil di Ujung Hari

Dalam perjalanan pulang, aku teringat doa Nabi ﷺ:

« اللَّهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي، وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي »
“Allahumma anfa‘ni bima ‘allamtani, wa ‘allimni ma yanfa‘uni.”
“Ya Allah, jadikanlah ilmu yang Engkau ajarkan bermanfaat bagiku, dan ajarkanlah ilmu yang bermanfaat bagiku.”

Doa sederhana.
Namun itulah inti dari perjalanan ini:

Ilmu yang bermanfaat adalah cahaya.
Dan di Bali… cahaya itu terasa menyala—pelan, halus, tapi pasti—di dalam dada.

Postingan populer dari blog ini

SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN