HIDUP BUKAN SEKADAR BERNAPAS
Kadang kita hidup kayak lagi lomba lari maraton tanpa tahu garis finish-nya di mana. Bangun pagi udah dikejar waktu, kerja dikejar target, malam dikejar tagihan, dan tidur pun dikejar mimpi yang belum kesampaian. Rasanya kayak hidup ini cuma soal bertahan. Yang penting bisa bayar listrik, isi bensin, dan beli kopi sachet biar nggak pusing mikirin semuanya.
Padahal, kalau dipikir-pikir, hidup itu bukan cuma soal napas
masuk, napas keluar. Karena ya... jangankan manusia, kipas angin aja juga
muter terus tanpa tujuan. Bedanya, kita dikasih hati dan pikiran — tapi sering
banget dua hal itu malah disuruh diam karena “lagi sibuk.”
Pernah nggak sih kamu berhenti sejenak, cuma buat lihat awan
sore yang warnanya cantik banget? Atau sekadar denger suara hujan yang jatuh
pelan di atap, sambil nyeruput teh hangat? Kadang hal kecil kayak gitu tuh yang
bikin hidup benar-benar terasa hidup. Tapi sayangnya, banyak dari kita
lebih sering fokus ke “apa yang belum punya” daripada “apa yang masih bisa
dirasakan.”
Kita sering lupa bahwa bisa bangun pagi itu aja udah hadiah
besar. Bahwa masih ada nasi di piring, teman buat diajak bercanda, atau bahkan
sekadar sinyal Wi-Fi yang kuat — itu bentuk kecil dari kasih sayang Tuhan. Tapi
ego kita suka bilang, “Ah, itu mah biasa.” Padahal justru di hal-hal “biasa”
itu, ada kebahagiaan luar biasa yang sering kita remehkan.
Coba deh sesekali berhenti. Tutup laptop, taruh ponsel, dan
tarik napas panjang. Rasakan udara yang masuk ke paru-paru. Itu tanda kamu
masih punya kesempatan buat memperbaiki apa pun yang kemarin sempat salah.
Masih ada waktu buat bilang “makasih” sama orang tua, buat peluk pasangan tanpa
alasan, atau sekadar bercermin dan bilang, “Hei, kamu udah cukup hebat kok
sampai di titik ini.”
Karena hidup bukan tentang siapa yang paling sibuk, tapi
siapa yang paling sadar sedang hidup.
Dan kadang, kesadaran itu muncul justru ketika kita berani berhenti
sebentar.
Mungkin kamu cuma lupa merasakan hidup itu sendiri.
Tarik napas dalam-dalam, senyum sedikit — karena ya, hidup itu bukan sekadar bernapas.
Tapi bagaimana kamu menghargai setiap tarikan napasnya