AHAD PAGI DI AL FATTAH: KETIKA UKHUWAH MENYATUKAN LANGKAH DAN MENDORONG DOA KE LANGIT
Ahad pagi itu terasa berbeda. Udara yang biasanya hanya membawa suara angin dan kicau burung, kali ini seperti membawa semangat yang menular. Masjid Al Fattah—yang sejak subuh sudah ramai—hari ini menjadi saksi hangatnya pertemuan para takmir masjid se-Kuta Selatan dalam agenda Silaturahmi Bulanan Ukhuwah Masjid & Musholla. Dari kejauhan saja, wajah-wajah penuh harap itu sudah terlihat: ada tawa, ada pelukan, ada saling sapa, dan ada cerita-cerita kecil yang memecah pagi.
Di halaman, suara ibu-ibu Muslimah UMM bersama Muslimah Al Fattah yang dipimpin Bu Eko dan team Bukber yg di komandani Bu Desak Sawitri dan Bu Desy terdengar saling sahut menyahut:
"Bu, sambalnya kurang pedes ya kita tambah dikit?!"
"Iya Bu… tapi jangan pedes kayak masalah hidup kita ya!”
Mereka tergelak bersama, sementara wajan besar, panci besar, dan loyang berisi hidangan sudah antre untuk ditata demi menyambut jamaah yang datang mengikuti baksos bekam hari itu.
Di sisi lain, tim remaja masjid yang digawangi Mbak Ardania dan kawan-kawan tampak gesit seperti pasukan Avengers versi syar’i—berlari kecil menata meja dan karpet ruang meeting, menyapu lantai, mengecek sound system, hingga menyambut tamu satu per satu dengan senyum lebar. Siapa pun yang datang langsung merasa disambut seperti keluarga sendiri.
Dan tentu saja, sejak pagi-pagi buta Pak Sutomo, Kepala Rumah Tangga Masjid Al Fattah, sudah siaga memantau semua sudut masjid. “AC hidup? Karpet rapi? Toilet bersih? Air cukup? Mic aman?” Satu per satu ia cek, sambil sesekali menyapa Pak Suprayogi, Ketua Sie Peralatan, yang sibuk memencet tombol mic sambil berkata, “Halo… tes… satu, dua… tiga…”—meski padahal tak ada siapa pun yang meminta tes suara sepanjang itu.
Namun begitulah: setiap orang bekerja dengan cinta. Semua bahu membahu. Semua penuh semangat. Seperti gambaran indah dari sebuah ayat yang hari itu seolah turun kembali di antara mereka:
﴿ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى ﴾
“Wa ta’āwanū ‘alal birri wat-taqwā”
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Māidah: 2)
Ayat yang sederhana, tapi hari itu menjelma nyata di Masjid Al Fattah.
Suasana Gayeng: Obrolan, Diskusi, dan Keinginan untuk Maju Bersama
Setelah para takmir dari berbagai masjid dan musholla duduk dengan formasi rapi, sesi diskusi dimulai. Suasana hangat langsung tercipta—bukan hanya karena AC baru saja dimatikan oleh Pak Suprayogi yang lupa, tapi karena semua datang dengan hati yang sama: membangun umat.
Bp. Hari Wantono membuka pertemuan dengan nada yang penuh keteduhan. Beliau mengingatkan bahwa kekuatan umat bukan terletak pada banyaknya jumlah, tetapi pada kuatnya persatuan.
“Yang sama jangan dibedakan, yang beda jangan disamakan,” begitu beliau menegaskan sambil tersenyum.
Beliau juga mengingatkan sejarah perjuangan Ukhuwah Masjid Musholla (UMM) yang telah berhasil memperjuangkan izin masjid, legalitas, bahkan penyelenggaraan sholat Jumat di beberapa wilayah yang dulu sempat terhambat.
“Kita ini besar karena kebersamaan, bukan karena siapa yang paling hebat,” kata beliau pelan, namun menggetarkan.
Obrolan demi obrolan mengalir hangat dari berbagai perwakilan:
• Bp. Satriyo Wibowo, Ketua UMM, menambahkan bahwa ruh organisasi adalah silaturahmi. “Tanpa silaturahmi, organisasi hanya tinggal nama,” ujarnya.
• Bp. Mulyono mengingatkan pentingnya perhatian kepada marbot masjid, sebagai garda terdepan perawatan rumah Allah.
• Ustad Hamdan menuturkan kebutuhan musholla Ar Royan yang membutuhkan dukungan kontrak jangka panjang.
• Bp. Budi & Bp. Rohadi dari Masjid Al Kautsar yang sedang membangun dengan target dana hampir 700 juta, disambut anggukan dan doa bersama.
• Bp. Misnaim, Ketua MUI Kuta Selatan sekaligus pembina bidang mualaf, mengingatkan pentingnya memudahkan mualaf yang masih belajar. “Jangan biarkan mereka belajar sendirian,” pesannya lembut.
Hingga akhirnya, giliran Bp. Nucky, Sekretaris UMM, yang menjelaskan mekanisme pembagian minyak jelantah dengan gaya khasnya: serius, tapi selalu ditutup dengan humor yang membuat semua tertawa.
“Intinya, minyak kita itu tiga serangkai: Al Fattah, Baitul Mustaqim, dan UMM. Biar adil. Jangan sampai ada yang merasa diajak diet minyak tanpa persetujuan,” katanya sambil disambut tawa ruangan.
Di tengah diskusi, terasa sekali betapa kata Rasulullah ﷺ bukan hanya terdengar, tapi juga dihidupkan:
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Al-mu’minu lil-mu’mini kal-bunyān, yasyuddu ba‘ḍuhu ba‘ḍā.”
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari Muslim)
Dan benar—hari itu semua orang saling menguatkan.
Penutup Penuh Doa, Foto Bersama, dan Makan Siang yang Masyaa Allah Nikmatnya
Sebelum menutup pertemuan, Ustad Misnaim memimpin doa. Suaranya bergetar, membuat beberapa hadirin ikut mengusap rambut. Doanya tulus, dalam, dan memohon agar langkah-langkah ukhuwah ini diberkahi Allah, diridhoi, dan diteruskan generasi berikutnya.
Setelah itu, sesi foto bersama berlangsung ramai—ada yang tingginya tidak kelihatan karena berdiri di belakang, ada yang tersenyum kelewat lebar, ada yang membenarkan peci di detik terakhir, dan ada pula
Dan setelah sholat Dhuhur berjamaah, hidangan makan siang siap diserbu. Tim Bukber Masjid Al Fattah yang dikomandani Bu Desak dan Bu Desy menyediakan menu yang membuat aroma masjid berubah menjadi seperti restoran keluarga: gurih, hangat, dan penuh cinta.
Hari Ketika Masjid Menjadi Rumah Persatuan
Ahad itu bukan hanya pertemuan bulanan. Bukan hanya rapat. Bukan hanya baksos.
Ahad itu adalah hari ketika umat merasakan apa arti ukhuwah yang sebenarnya.
Hari ketika setiap nama—dari Bp. Hari Wantono hingga para remaja masjid—menjadi bagian dari cerita besar tentang persatuan.
Hari ketika Masjid Al Fattah bukan hanya bangunan, tetapi rumah.
Rumah bagi kebersamaan.
Rumah bagi perjuangan.
Rumah bagi harapan.
Dan semoga, seperti doa Nabi ﷺ:
اَللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِنَا
“Allāhumma allif baina qulūbinā”
“Ya Allah, satukanlah hati-hati kami.”
Semoga ukhuwah ini terus tumbuh, menguat, dan menjadi cahaya bagi umat Islam Kuta Selatan dan seluruh Bali.
