KETIKA YANG DIREMEHKAN MENGGENTARKAN DUNIA: GIBRAN, PANGGUNG BARU INDONESIA, DAN CERMIN BAGI KITA SEMUA



 UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT : 




 

Sebuah refleksi Ayat Al Quran :“Janganlah kamu meremehkan (menghina) suatu kaum, boleh jadi mereka lebih baik dari kamu.” (QS Al-Hujurat: 11), 

Hidup ini punya kelas sense of humor yang nggak kita mengerti. Dia suka nge-prank kita dengan cara yang halus sekaligus telak. Orang yang kita anggap “biasa-biasa aja”, yang sering kita pandang sebelah mata, tiba-tiba muncul di titik paling terang. Di situ kita cuma bisa bengong, tarik napas, dan bilang dalam hati: “Eh… kok dia bisa ya?”

Dan jujur, itu persis yang kita lihat dari sosok Gibran Rakabuming Raka, Wakil Presiden Republik Indonesia—yang selama ini sering jadi bahan ledekan:
“Plonga-plongo lah…”
“Masih bocah…”
“Ngapain sih dia?”

Tapi hidup, sekali lagi, memang suka bikin plot twist.
Di forum G20—panggung raksasa tempat para pemimpin dunia saling menguji kualitas—si “bocah” ini tampil anti-mainstream: dewasa, matang, tenang, penuh isi, dan surprisingly… elegan.

Dan momen itu, mau nggak mau, bikin kita mikir ulang.
Bukan cuma soal dia… tapi soal diri kita sendiri.

 

Panggung G20: Ketika Cemoohan Runtuh Oleh Kualitas

Begitu video pidato Gibran dari Afrika Selatan beredar, linimasa yang biasanya riuh mendadak hening. Yang biasanya ngecibir… tiba-tiba hilang entah ke mana.
Bahasa Inggrisnya jelas.
Isi pidatonya rapi, runut, dan relevan:
AI, crypto, Bitcoin, hilirisasi, MBG, stabilitas global—semua diolah tanpa terbata.
Gesturenya santai tapi punya wibawa.
Cara menyambut para pemimpin dunia… tulus, hangat, dewasa.

Ini bukan performa orang yang “asal ditaruh” di panggung.
Ini performa orang yang tahu persis bahwa dia sedang membawa nama 280 juta jiwa.

Dan di situ kita sadar:
Oh, ternyata dia bisa.
Dan bukan “bisa” yang setengah matang, tapi sebuah kesiapan yang dibangun diam-diam.

Bagian ini langsung menaikkan standar percakapan nasional:
“Yang katanya nggak kompeten”—yah, untuk sementara, cuti dulu dari perdebatan.

 

Politik Tanpa Drama: Ketika Prabowo Memilih Strategi Sunyi

Ada satu hal menarik yang sering luput dari sorotan: strategi Presiden Prabowo.
Beliau bisa saja membalas nyinyiran publik dengan narasi panjang, tapi tidak.

Beliau memilih strategi yang jauh lebih elegan:
membiarkan wakilnya membungkam cemoohan dengan prestasi, bukan balasan.

Ini gaya kepemimpinan yang jarang muncul di dunia politik global yang biasanya penuh reaksi cepat dan drama.
Dengan memberi Gibran panggung G20, Prabowo seperti berkata, “Tenang. Waktu yang bicara.”

Dan benar saja—sekali tampil, narasi “VP tidak kapabel” runtuh tanpa kata-kata…
hanya dengan performa kelas internasional.

 

Pelajaran Kehidupan: Jangan Pernah Meremehkan Orang yang Sedang Belajar Diam-Diam

Dalam Al-Qur’an yang sering kita baca, seperti dalam kalimat pembuka diatas,  tapi mungkin baru benar-benar kita rasakan maknanya hari ini:

“Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu di antara kamu.”
(QS Al-Mujadilah: 11)

Ayat ini bukan bicara soal umur, popularitas, atau latar belakang.
Ia bicara tentang keilmuan, kesiapan, dan kerja keras.

Dan Gibran baru saja jadi contoh hidupnya:
Figur muda yang belajar cepat, adaptif, dan mengambil tekanan seperti orang yang sudah kenyang pengalaman.

Dalam hadis juga ditegaskan:

“Kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, tetapi yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”
(HR. Bukhari-Muslim)

Makna akademisnya jelas:
kepemimpinan sejati tidak lahir dari noise, tapi dari kontrol diri, ketenangan, dan kecerdasan emosional.
Gibran justru menunjukkan itu di panggung internasional, bukan di panggung komentar sosial media.

 

Gibran dan Generasi Baru Indonesia

Yang membuat momen ini begitu menggugah rasa adalah karena ini bukan hanya kemenangan personal.
Ini refleksi perubahan generasi.

Selama ini kita sering berpikir:

  • “Anak muda kurang pengalaman.”
  • “Anak muda harus nunggu giliran.”
  • “Anak muda belum siap memimpin.”

Tapi dunia sekarang bergerak cepat banget.
Dan yang bisa survive bukan yang paling tua, tapi yang paling cepat belajar.
Itu yang disebut Alvin Toffler:

“The illiterate of the 21st century are not the ones who cannot read or write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn.”

Dan hari itu, Indonesia seperti berkata pada dunia:
“Kami punya generasi baru yang siap bicara, siap mewakili, dan siap membawa nama bangsa.”

 

Saatnya Kita Bercermin: Mengapa Kita Mudah Meremehkan?

Kisah Gibran ini, kalau mau jujur, sebenarnya bukan hanya tentang dia.
Ini tentang kita.

Kita yang sering menilai cepat.
Kita yang mudah mencibir tanpa data.
Kita yang gampang membangun inferiority complex sendiri.
Kita yang meremehkan bakat muda, padahal masa depan bangsa ada di tangan generasi itu.

Mungkin ini waktunya kita berhenti sebentar…
dan tanya ke dalam diri:

“Kenapa kita begitu cepat meremehkan?”
“Kenapa kita sulit percaya bahwa anak muda bisa hebat?”
“Kenapa kita lebih senang melihat kegagalan orang daripada mendukung potensinya?”

Kadang yang kita remehkan itu…
sedang mempersiapkan kejutan dengan cara paling sunyi.

Allah mengingatkan:

“Janganlah kamu meremehkan (menghina) suatu kaum, boleh jadi mereka lebih baik dari kamu.”
(QS Al-Hujurat: 11)

Ayat ini terasa begitu hidup di momen ini.

 

Momen Ini Adalah Undangan: Untuk Menata Ulang Cara Kita Memandang Masa Depan

Kalau bangsa ini mau maju, kritik kita juga harus naik kelas.
Bukan lagi kritik yang dangkal.
Bukan lagi kritik yang penuh sentimen.
Tapi kritik yang berbasis data, martabat, dan kepentingan bangsa.

Karena, jujur saja…
kita butuh pemimpin muda yang siap, bukan pemuda yang dicurigai tanpa alasan.

Dan hari ini, G20 telah menunjukkan bahwa panggung dunia tidak lagi melihat usia…
tapi kompetensi.

 

Dan Pada Akhirnya… Ini Adalah Tentang Harapan Baru

Narasi perempuanmu dalam buku “Dari Bangku Belakang ke Panggung Depan” tiba-tiba terasa hidup.
Bahwa anak muda yang pemalu pun bisa bersuara lantang suatu hari.
Bahwa siapapun yang diremehkan, bisa tiba-tiba jadi sorotan.
Bahwa kesempatan kecil bisa mengubah seluruh arah jalan hidup.

Dan bahwa panggung besar…
selalu punya tempat untuk orang yang berani siap, bukan sekadar berani tampil.

Pertanyaannya sekarang:
masihkah kita malu punya Wakil Presiden seperti Gibran?
Atau justru…
kita mulai belajar bangga atas caranya membuktikan diri?

 

Indonesia Sedang Masuk Babak Baru

Ini bukan cuma kisah seorang pemimpin muda.
Ini adalah cermin untuk 280 juta dari kita:
Bahwa bangsa ini bisa bergerak ke depan—asal mau memberi ruang pada mereka yang ingin tumbuh.
Bahwa Indonesia tidak kekurangan talenta, hanya sering kekurangan kepercayaan.
Dan bahwa masa depan tidak menunggu siapa pun…
kecuali orang yang berani mempersiapkan diri, bahkan ketika diremehkan.

Karena kadang…
yang paling sering diremehkan, justru yang paling siap mengejutkan dunia.

 

Postingan populer dari blog ini

SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN