PAJAK 40%, DAN SECANGKIR KESADARAN: KETIKA HITUNG-HITUNGAN GOBLOK MALAH MEMBUKA MATA HATI
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Siang itu
harusnya aku tidur siang kayak manusia normal—atau minimal pura-pura produktif
sambil buka laptop biar keliatan sibuk. Tapi nasib berkata lain. Aku duduk
bengong, gabut tingkat dewa, dan akhirnya menyeret diri membuka WhatsApp
Group—tempat segala bentuk drama, hoaks, debat kusir, dan stiker
“Assalamualaikum” dengan bunga mawar plastik hidup damai berdampingan.
Tiba-tiba
muncul satu share yang bikin alis naik bukan satu, tapi tiga tingkat.
Katanya: “MUI menfatwakan pajak barang konsumsi dan tempat tinggal itu haram.”
Yang lain nambahin, “Buang sampah ke laut juga haram.”
Aku
garuk-garuk kepala.
Bukan karena gatal… tapi karena otak otomatis bilang, “Lho? Ini menarik juga…”
Daripada
gabut tak berfaedah, aku pun memutuskan melakukan kegiatan yang sudah jarang
kulakukan: berpikir.
Dan
begitulah… siang yang awalnya kosong, berubah jadi perjalanan merenungi hidup
lewat pintu masuk yang absurd: pajak kendaraan bermotor.
Dari Fatwa
ke Fakta: Rasa Kepo yang Menghantam
Awalnya cuma
kepo.
Tapi kepo itu kayak kerupuk: sekali digigit, susah berhenti.
Aku mulai
googling, baca sana-sini… terus kaget sendiri.
“Ternyata sebanyak ini, ya?”
Sebelum
mobil sampai ke tangan kita dalam kondisi kinclong dan wangi showroom,
perjalanan pajaknya panjang kayak sinetron 700 episode.
Dunia Gelap
di Balik Mobil Baru: Pajak Bertingkat Ala Tumpeng
Aku menyelam
lebih dalam, ala Sherlock Holmes tapi versi ongkos kirim.
Tahap
Produksi — PPN 12%
Ini pajak
yang muncul setiap kali ada transaksi sparepart, bahan baku, sampai mobil jadi.
Dia seperti bawang bombay—ada di mana-mana.
PPnBM — 0%
sampai 125%
Nah ini…
bagian yang bikin aku tepok jidat sambil ketawa getir.
Tergantung jenis mobilnya:
- Mobil listrik? Bisa 0%.
- Mobil sport? Pajaknya bisa bikin kau
mempertanyakan tujuan hidup.
Di titik ini
aku mulai sadar kenapa mobil mahal itu mahal beneran.
Mobil Dapat?
Pajak Datang Lagi. Selamat!
Begitu mobil
selesai dirakit, pajak daerah menunggu dengan senyum manis.
- BBNKB: 10–12,5%
- PKB Tahun Pertama: 1,5–2%
- SWDKLLJ: flat tapi tetep nyesek
- Opsen PKB 66%: mulai 2025
Aku bengong.
Ini beli mobil atau ikut patungan bangun jalan tol?
Total Pajak:
Bukan Angka Biasa, Tapi Sebuah Tamparan Moral
Ketika aku
gabungkan angkanya, aku terdiam.
Bukan karena takut… tapi karena kaget betapa polosnya selama ini hidup.
- Mobil listrik → pajaknya 22–25%
- Mobil standar → 40–50%
- Mobil mewah → bisa lebih dari 150%
Artinya
kalau mobil harga 1 M, sebagian besar uangnya bukan buat beli mobil… tetapi
buat negara.
Bukan satire—hanya realitas dari rakyat kecil yang mencoba memahami dunia.
5. Contoh
Perhitungan yang Bikin Hati Ngilu
Mobil harga
Rp 500 juta:
- PPN 12% = 60 juta
- PPnBM 40% = 200 juta
- BBNKB 12% = 60 juta
- PKB = 6 juta
- SWDKLLJ = 143 ribu
Total pajak:
326 juta
Total harga: 826 juta
Aku menatap
layar.
Tiba-tiba kok kayak ada suara hati kecil bilang,
“Nucky, mungkin memang kamu ditakdirkan naik motor saja dulu…”
Dari Angka
ke Hikmah: Renungan Kecil dari Si Anak Gabutan
Saat itu aku
tersenyum sendiri.
Lucu ya… manusia.
Kita ribut soal banyak hal—hal yang remeh, hal yang besar, hal yang kita bahkan
tak benar-benar pahami.
Tapi jarang
sekali kita berhenti untuk merenungi apa sebenarnya yang terjadi di balik
sesuatu.
Aku bukan
ulama.
Bukan ekonom.
Bukan pejabat negara.
Aku hanya manusia biasa yang tiba-tiba mendapatkan kuliah pajak di siang hari
karena gabut.
Dan dari
semua angka itu, aku belajar satu hal:
Hidup ini
kompleks.
Seringkali yang terlihat sederhana… ternyata punya perjalanan panjang di
belakangnya.
Sama seperti hidup kita sendiri.
Humor
Tipis-tipis Biar Nggak Mewek
Temanku
tiba-tiba chat:
“Bro, jadi kesimpulan siang lo apa?”
Aku jawab:
“Kesimpulannya, gue tetap nggak mampu beli mobil baru middle up class dengan
cash.”
Kami
tertawa.
Tapi di balik tawa itu ada rasa haru.
Karena ternyata memahami hidup bisa datang dari hal-hal sepele.
Dari Pajak
ke Perasaan
Siang itu,
aku belajar menghargai perjalanan sesuatu.
Bahwa untuk
setiap mobil yang lewat, ada puluhan tangan bekerja, ada sistem yang disusun,
ada kebijakan yang kadang masuk akal kadang absurd, ada niat baik yang berusaha
menjaga negara tetap berjalan.
Dan kita,
rakyat jelata yang cuma pengin hidup tenang, sering lupa bahwa kita juga bagian
dari itu semua.
Kalaupun
hari ini aku belum mampu beli mobil…
setidaknya aku pulang membawa kesadaran.
Kesadaran
bahwa dunia bekerja dengan caranya sendiri.
Kesadaran bahwa ilmu bisa datang dari mana saja—termasuk dari rasa gabut yang
terlalu panjang.
Kesadaran bahwa tertawa, merenung, dan mengeluh sedikit… semuanya bagian dari
menjadi manusia.
Siang yang
awalnya kosong… berubah jadi cerita.
Cerita kecil yang membuka mata, hati, dan dompetku yang ternyata masih sangat
tipis.
Dan aku
tersenyum.
Kadang,
untuk memahami hidup, kita cuma butuh…
menghitung pajak di siang bolong.