Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2025

TERKADANG ORANG HARUS DIYAKINKAN TANPA MERASA SEDANG DIYAKINKAN

Gambar
Lucu ya, manusia ini. Semakin keras kita berusaha meyakinkan seseorang, justru sering kali mereka makin menutup telinga. Kita bilang, “Ini loh yang benar!” — tapi yang terdengar di kuping mereka cuma, “Kamu salah!” Dan begitu ego tersentuh, pintu hati langsung dikunci rapat-rapat. Padahal, kadang yang dibutuhkan bukan debat, tapi jeda. Bukan adu argumen, tapi ruang untuk berpikir. Bukan tekanan, tapi keteladanan. Allah SWT sendiri tidak pernah memaksa hamba-Nya untuk percaya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: “Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 256) Lihat? Allah saja yang Maha Benar, tidak memaksa. Ia memberi tanda-tanda, memberi waktu, memberi kesempatan untuk manusia memahami dengan kesadaran sendiri. Lalu siapa kita sampai merasa perlu “menyadarkan” orang dengan suara keras dan nada tinggi? Sering kali kita ingin orang lain berubah sekarang juga . Anak kita harus langsung nu...

MASJID YANG HIDUP, UMAT YANG TUMBUH - Sebuah Renungan tentang Memberdayakan Masjid Menjadi Pusat Kekuatan Umat

Gambar
  Sore itu, langit Malang sedang malu-malu berubah warna. Aku duduk di beranda masjid, ditemani semilir angin yang membawa wangi tanah basah dan sisa suara burung-burung yang hendak pulang. Dari pengeras suara, mengalun lembut murattal Al-Qur’an — ayat demi ayat yang menenangkan hati, tapi entah mengapa, di balik keindahan itu, ada rasa hampa yang pelan-pelan menyelinap. Masjidnya megah. Kubahnya berkilau keemasan saat disentuh cahaya senja. Lantainya marmer dingin, bersih, mengilap. Tapi saf-nya… renggang. Kotak infaknya penuh, tapi semangat jamaahnya terasa kering. Di situlah, di antara sunyi yang indah itu, aku merenung: ternyata masjid bukan diukur dari megahnya bangunan, tapi dari hidupnya jamaah. Allah sudah memberi panduan tentang siapa yang sebenarnya layak disebut pemakmur masjid . “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut kepada si...

SATU DUNIA DIGITAL, SATU BAHASA MORAL, SATU TUJUAN INDONESIA

Gambar
  (Refleksi 97 Tahun Sumpah Pemuda di Era Generasi Z dan Alpha) Di era ketika setiap jempol bisa jadi mikrofon dan setiap unggahan bisa memicu perpecahan, semangat Sumpah Pemuda kembali diuji. Generasi Z dan Alpha hidup di dunia tanpa batas — terkoneksi secara global, tapi sering kehilangan arah moral di ruang digital. Kita bicara tentang cancel culture , slacktivism , hate speech , dan krisis identitas digital seolah itu hal biasa, padahal di balik layar, ada nilai kemanusiaan yang perlahan terkikis. 97 tahun lalu, para pemuda berikrar untuk menyatukan bangsa lewat bahasa dan semangat yang sama. Kini, tantangannya bukan lagi bahasa daerah, tapi bahasa moral di dunia digital . Di tengah derasnya arus AI, algoritma, dan opini, persatuan Indonesia bukan hanya soal fisik dan wilayah, tapi tentang menjaga karakter dan empati di ruang maya — agar teknologi tetap memanusiakan manusia   Kadang saya berpikir, kalau para pemuda tahun 1928 hidup di zaman sekarang, mungkin mereka...

KETIKA SAMPAH BUKAN LAGI SEKADAR SISA - untuk Baliku Tercinta

Gambar
  Disaat gabut kok aku tergelitik berpikir tentang sampah. Bukan soal plastik berserakan di pantai, tapi “sampah” dalam arti yang lebih luas — termasuk cara pikir kita yang kadang mandek di pola saling menyalahkan. Seharusnya, elit pimpinan daerah tidak sibuk saling serang, tapi berlomba menciptakan solusi. Karena sejatinya, krisis sampah Bali bukan sekadar bencana lingkungan — ini adalah peluang ekonomi yang belum dimanfaatkan. Krisis sampah Bali seharusnya tidak membuat kita pesimis, tapi justru membuka ruang inovasi. Ketika dunia sedang mencari model ekonomi hijau, Bali punya kesempatan emas untuk menjadi “Green Island of Asia” — bukan hanya destinasi wisata, tapi destinasi solusi. Bayangkan jika dari Pulau Dewata ini lahir model baru ekonomi sirkular tropis: tempat di mana limbah tidak lagi dibuang, tetapi diolah; di mana pariwisata tidak sekadar konsumsi, tetapi juga kontribusi. Di tengah tumpukan masalah, justru ada potensi “emas hijau” yang bisa menjadi sumber pertumbuhan...

PURBAYA YUDHI SADEWA: ANTARA ANGKA, NURANI, DAN HARAPAN DI TENGAH BADAI

Gambar
  Menarik melihat sosok Pak Purbaya Yudhi Sadewa — sang teknokrat yang meniti jalan dari dunia teknik ke panggung ekonomi nasional. Kini, ia memikul tanggung jawab besar sebagai penerus sekaligus pengganti sang begawan fiskal, Bu Sri Mulyani. Perpindahan tongkat estafet ini bukan sekadar pergantian jabatan, tapi juga ujian: mampukah seorang insinyur berpikir dengan presisi yang sama di medan penuh dinamika bernama fiskal negara? Kalau ada satu hal yang menarik dari sosok Purbaya Yudhi Sadewa, mungkin itu adalah perpaduan antara dinginnya logika dan hangatnya hati. Di wajahnya, orang bisa melihat kombinasi yang jarang: seorang teknokrat yang tak kehilangan sisi manusianya, dan seorang pejabat publik yang bicara lugas tanpa kehilangan kesantunan. Ia bukan tipe politisi yang sibuk pencitraan, tapi juga bukan teknokrat kaku yang tenggelam di balik tabel dan rumus. Ia—dalam banyak hal—adalah jembatan antara dua dunia: dunia idealisme ekonomi dan dunia realita sosial. Latar belakangn...

KOMPLEKS BANDARA: DUNIA KECIL YANG PENUH WARNA

Gambar
Hidup di kompleks perumahan karyawan Bandar Udara Tuban bukan cuma soal punya rumah dekat tempat kerja orang tua. Itu cuma bonus. Yang sebenarnya terjadi adalah: kami hidup di dunia kecil yang penuh warna, tawa, dan cerita yang rasanya nggak akan pernah habis diceritakan, meski sudah puluhan tahun berlalu. Bayangkan, di masa itu—saat televisi masih cuma punya dua channel (dan itu pun sering burem kalau antena miring dikit), ketika bioskop masih jadi barang mewah—pihak bandara malah memfasilitasi kami nonton film layar lebar di area kompleks! Proyektor gede dipasang di lapangan terbuka, tikar digelar, anak-anak berlarian rebutan tempat paling depan. Filmnya? Kadang Superman , kadang E.T. , kadang The NeverEnding Story . Begitu lampu dipadamkan, kami semua langsung diam, matanya berbinar, seolah sedang terbang ke dunia lain. Rasanya kayak punya bioskop pribadi—tanpa popcorn, tapi penuh rasa kagum dan kegembiraan yang jujur. Tapi kompleks bandara bukan cuma soal hiburan. Di sana, kami...

KETIKA KATA TAK SAMPAI

Gambar
  Kadang hidup ini bukan tentang apa yang kita katakan, tapi tentang bagaimana kita mengatakannya. Kalimat itu pertama kali kudengar dari seorang teman lama—orang yang tak lagi sering kutemui, tapi setiap katanya seolah menancap di ingatan, seperti bekas luka yang tidak menyakitkan, hanya membuatmu berhenti sejenak dan berpikir. Kami bertemu lagi setelah bertahun-tahun. Di sebuah warung kecil di sudut kota, tempat yang aroma kopinya masih sama seperti dulu, hanya saja waktu sudah banyak berubah. Ia tersenyum kecil, dan setelah obrolan ngalor-ngidul tentang kehidupan, ia menatapku dan berkata pelan, “Kamu tahu, kadang yang bikin orang saling jauh itu bukan karena mereka salah bicara… tapi karena mereka nggak tahu bagaimana harus bicara.” Aku diam. Entah kenapa kalimat itu terasa berat sekali. Karena aku sadar, mungkin itu juga yang sering terjadi dalam hidupku. Berapa kali aku berniat baik, tapi berakhir dengan salah paham? Berapa kali aku ingin menjelaskan sesuatu dengan...

TOMORROW IS A PROMISE, NOT A GUARANTEE

Gambar
  Kadang kita terlalu sibuk merencanakan hari esok sampai lupa menikmati hari ini. Kita memikirkan target, jadwal, dan impian seolah esok sudah pasti datang, seolah waktu akan selalu sabar menunggu kita siap. Padahal, hidup ini tidak pernah memberikan jaminan apa pun selain detik yang sedang kita hirup saat ini. Aku ingat betul, beberapa waktu lalu aku duduk sendirian di teras rumah, menatap langit sore yang mulai berwarna jingga. Angin sore berhembus pelan, membawa aroma tanah basah dan suara anak-anak bermain di kejauhan. Di momen itu, entah kenapa, aku teringat seseorang yang dulu sangat dekat—seorang sahabat senior masa Kuliah yang selalu bilang, “Kita kejar mimpi bareng, ya, besok-besok pasti seru!” Tapi “besok” itu tak pernah datang untuknya. Kabar kepergiannya datang tiba-tiba, seperti hujan di musim kemarau. Dunia mendadak hening, dan aku merasa seperti ditampar kenyataan. Semua rencana, semua janji untuk bertemu lagi, berubah jadi kenangan yang menggantung di udara. ...

PENYINTAS STROKE ITU TIDAK BUTUH DIKASIHANI, MEREKA HANYA INGIN DIMENGERTI

Gambar
  Aku masih hidup, dan aku masih ingin berarti. Kalimat sederhana itu mungkin terdengar sepele bagi sebagian orang, tapi bagi seorang penyintas stroke, itu adalah bentuk perlawanan paling jujur terhadap nasib. Bukan sekadar melawan penyakit, tapi juga melawan stigma, belas kasihan, dan pandangan miring yang kerap datang dari lingkungan sekitar. Menjadi penyintas stroke bukanlah pilihan siapa pun. Tidak ada satu pun dari kita yang bangun pagi dan berkata, “Hari ini aku ingin separuh tubuhku lumpuh.” Tidak ada. Tapi hidup kadang punya caranya sendiri untuk mengetuk kita dengan keras, bahkan menjatuhkan, agar kita belajar arti menerima — bukan menyerah, tapi menerima dengan sepenuh hati. Bagi seorang penyintas stroke, hari-hari setelah badai itu datang bukanlah hal mudah. Bayangkan saja, hal kecil yang dulu tak pernah dipikirkan—seperti menggerakkan jempol, menyisir rambut, atau sekadar meneguk air—tiba-tiba menjadi perjuangan yang luar biasa berat. Bukan karena mereka malas atau ti...