IBU, KOMPAS CINTA DAN PENOPANG KEHIDUPAN
Dalam setiap rumah tangga yang kokoh, selalu ada sosok ibu yang menjadi penyeimbang.
Ia mungkin tak selalu terlihat di depan layar kehidupan, tapi setiap keputusan,
setiap langkah, dan setiap doa keluarga sering lahir dari hatinya yang lembut.
Ibu adalah madrasah pertama.
Dari lisannya anak belajar berbicara, dari teladannya anak belajar berbuat
baik, dan dari hatinya anak mengenal kasih sayang Tuhan.
Tak heran bila ulama besar seperti Imam Syafi’i pernah berkata:
“Ibu adalah tiang pendidikan. Jika ia baik, maka akan
baiklah generasi yang tumbuh darinya.”
Dalam pandangan Islam, keluarga yang baik tidak hanya
dibangun oleh kepala rumah tangga yang bijak, tetapi juga oleh ibu yang berilmu
dan penuh iman.
Ibu bukan hanya penjaga rumah, tapi penjaga fitrah manusia — memastikan hati
anak-anaknya tetap mengenal Allah di tengah dunia yang sering melupakan-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
(HR. An-Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Hadis ini bukan sekadar ungkapan penghormatan, melainkan
pengingat bahwa jalan menuju ridha Allah sering kali dimulai dari ridha seorang
ibu.
Dalam setiap sujud panjangnya, dalam setiap air mata doanya, tersimpan pelita
yang menuntun seluruh anggota keluarga menuju keselamatan dunia dan akhirat.
Maka ketika seorang ibu beriman, sabar, dan tegar, rumah itu
akan bercahaya.
Ketika ia tersenyum, seluruh penghuni rumah merasakan ketenangan.
Dan ketika ia mendoakan, pintu langit pun terbuka.
Tanpa doa ibu, perjalanan hidup akan kehilangan cahaya.
Karena ibulah tiang lunas yang menopang layar cinta,
dan kompas yang menunjukkan arah menuju surga