KETIKA STANDAR GANDA JADI ALAT MUSIK POLITIK
Pada akhirnya, politik dengan segala standar gandanya akan terus ada.
Manusia akan selalu mencari alasan untuk membenarkan langkahnya — bahkan ketika
langkah itu jelas menuju jurang.
Tapi jangan biarkan dunia yang bengkok membuat kita ikut melengkung.
Kalau semua orang rela berkompromi demi selamat, maka kejujuran akan punah
bukan karena dibunuh, tapi karena ditinggalkan.
Tetaplah jadi manusia yang tahu kapan harus bicara, dan
kapan harus diam — tapi tidak pernah berhenti berpikir.
Kita mungkin tidak bisa mengubah sistem dalam semalam, tapi kita bisa mulai
dengan tidak ikut-ikutan jadi bagian dari kebohongan itu.
Mulai dari diri sendiri, dari cara berpikir, dari pilihan kata, dan dari
keputusan kecil yang jujur.
Dan kalau suatu saat kamu merasa sendirian berdiri di sisi
yang benar, jangan takut.
Karena kebenaran memang sering sepi — tapi itu sepi yang damai.
Beda dengan keramaian yang penuh tipu daya; ramai, tapi bikin hati sesak.
Toh, hidup ini bukan lomba popularitas.
Nggak perlu selalu kelihatan benar di depan orang, yang penting benar di
hadapan Tuhan.
Seperti kata pepatah lama yang jarang dipakai tapi masih relevan:
“Yang menanam kejujuran mungkin tidak akan panen tepuk
tangan, tapi pasti akan memanen ketenangan.”
Jadi, kalau dunia sibuk memakai standar ganda, biarlah kita
berdiri tegak dengan satu standar sederhana: hati nurani.
Karena di akhir cerita, bukan gelar, jabatan, atau kemenangan politik yang akan
kita bawa pulang —
tapi catatan kejujuran diri sendiri.
Dan kalau masih ada yang bilang, “Dalam politik nggak ada
teman abadi, yang ada cuma kepentingan,”
ya, biarlah.
Kita cukup buktikan bahwa dalam hidup, yang abadi itu bukan kepentingan — tapi
kebaikan.