BOSAN KULIAH, TERSADAR JODOH (Kisah Cinta yang Nyasar dari Cinema 21 ke Kantin Kampus)
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Ada
hari-hari dalam hidup mahasiswa yang rasanya datar kayak jalanan
bypass—panjang, lurus, dan bikin ngantuk. Tugas datang, kelas menunggu, dosen
ngomong dengan gaya “puisi mendalam yang tak pernah diminta,” dan kita cuma
bisa duduk sambil berpikir: “Kenapa hidup nggak ada tombol skip?”
Hari itu,
aku ngalamin versi lengkapnya.
Sorenya adem, anginnya selow, suasananya harusnya bikin produktif. Tapi entah
kenapa, semangatku raib kayak flashdisk yang dipinjem temen.
Padahal
jadwal kuliah sudah kebayang: jam 16.00 harusnya aku duduk manis, buka catatan,
siap mendengar dosen favorit yang intonasinya kadang lebih rapi dari penyair
baca prosa. Tapi ya itu… suara beliau lebih sering menimbulkan efek ngantuk
daripada nalar.
Lirik lagu
lama yang tiba-tiba lewat di kepala malah terasa lebih jujur daripada semua
teori kuliah berita:
Kala surya
menghilang… bulan dan bintang bersemi lagi…
Bagaikan pelita… menyinari sukma…
Dimanakah… akan kucari pengganti dirimu…
Mengapakah… diri ini harus tersiksa lagi…
Entah kenapa
lagu itu langsung mem-flashback satu memori besar dalam hidupku.
Sebuah memori yang dulu kulalui bukan sebagai mahasiswa cemerlang…
tapi sebagai mahasiswa biasa yang cuma ingin me-time sejenak dari rutinitas.
Episode
1: Bolos Paling Halal (Karena Ada Takdir di Dalamnya)
“Ndra… aku
males kuliah hari ini,” bisikku pelan, dramatis, sambil nutup buku catatan
seperti aktor sinetron yang baru ditolak warisan.
Indra
menoleh cepat. Mata berbinar.
Seperti nemu promo “beli satu gratis lima”.
“Wah, sama!
Hawa akhir bulan tuh emang nggak cocok buat mikir. Harusnya libur nasional.”
Dan begitu
saja…
Tanpa rapat, tanpa risalah keputusan, tanpa perhitungan risiko…
KAMI
BOLOS.
Aneh juga
sih… akhir bulan gini aku masih punya tabungan.
Temen-temen lain? Dompet mereka isinya cuma kartu ATM, kuitansi lama, dan doa.
“Ke bioskop
yuk! Cinema 21!” seruku, semangat ala motivator MLM.
“Gaskeun!”
jawab Indra, seperti panglima perang yang siap maju.
Dan kami pun
meluncur—dua mahasiswa yang cuma ingin sedikit jeda dari dunia nyata.
Episode
2: Sofa Merah, Dua Gadis, dan Doa yang Ngawur Tapi Tulus
Di bioskop,
kami malah bingung mau nonton apa.
Setelah debat panjang ala debat capres, akhirnya kami pilih film yang bahkan judulnya
pun tak kami baca.
Yang penting
bukan kuliah.
Yang penting, otak bisa reboot.
Sambil
nunggu pintu studio buka, kami duduk di sofa merah yang empuknya setengah
hidup. Kami mulai ngobrolin hal-hal filosofis yang nggak penting: “Apa ya
cita-cita kita sebenarnya?” dan “Kenapa takdir sering bercanda?”
Tiba-tiba…
Lewat dua
gadis.
Yang satu
berkacamata—kalem manis.
Yang satu lagi…
Ya Allah…
Levelnya “cover majalah Gadis Sampul”.
Rambut panjang, langkah pelan, senyum tipis yang bikin jantungku sprint.
Aku dan
Indra saling pandang.
Kaya dua prajurit rebutan senjata pas lihat tank lewat.
“Yang kanan
cocok buatmu,” bisik Indra.
“Yang kiri
buat kamu,” balasku, sok dewasa padahal deg-degan.
Lalu kami
taruhan:
“Kalau
mereka masuk studio yang sama, itu pertanda jodoh.”
Lucu ya,
anak kampus.
Jodoh diukur pakai nomor studio bioskop.
Tiba-tiba
speaker berbunyi:
“Pintu
Cinema 3 telah dibuka…”
Kami lihat
layar.
Cinema 3.
BUKAN studio kami.
Dan dua
gadis itu berdiri…
melangkah masuk ke Cinema 3.
“Yahhh…
bukan jodoh kita bro…” gumam Indra, kecewa seperti ditinggal mantan nikah.
Tapi entah
kenapa aku angkat tangan kecilku ke langit-langit bioskop.
“Ya Allah…
kalau dia jodohku, pertemukan lagi. Jadikan dia istriku. Aamiin.”
Indra cuma
geleng-geleng.
“Tolong
aamin-kan, Ndra…”
“Aamiin…”
katanya akhirnya, sambil ngakak.
Kami tertawa
lepas.
Tawa dua mahasiswa yang cuma ingin lari sebentar dari dunia.
Bolos hari
itu… sungguh terasa beda.
Ada doa kecil yang kutitipkan ke langit.
Episode
3: Tiga Bulan Kemudian, Takdir Nongkrong di Kantin
Waktu
berjalan.
Hidup normal lagi—kuliah, tugas, dan menunda skripsi (hobiku yang paling
konsisten).
Sampai suatu
sore…
di kantin Gedung Manajemen.
Aku sedang
makan ayam bumbu rujak dan es milo kebanggaan, ketika mataku menangkap sosok
itu.
DIA.
Gadis Cinema 3.
Rambut
panjang.
Senyum lembut.
Aura yang dulu bikin jantungku hampir gugur.
Lengkap.
Aku langsung
gemetar. Hampir tumpahin sambal ke celana.
“Ndra… NDRA!
Itu… dia!”
Indra nengok
santai, lalu ngakak segar.
“Lhoh, kuwi
sing awakmu doake dadi bojomu to?! Yo maju lah!”
Maju?
Aku?
Plis, nyaliku cuma setebal kertas tisu kantin.
Akhirnya
kupanggil gazzy—temanku yang cocok jadi tukang pos.
“Gazz,
tolong anter surat ini. Elegan ya.”
Dia baca isi
suratku:
"Hey
kamu yang nonton di bioskop waktu itu, boleh kenal nggak?"
Gazzy cuma
komentar:
“Ini surat
cinta atau catatan belanja? Tapi ya sudah…”
Beberapa
menit kemudian…
“Dia mau
ketemu,” katanya.
DEG.
Dunia langsung jadi slow-motion.
Kami
ngobrol.
Nyaman.
Natural.
Tanpa gimmick.
Namanya Renny
Setyawanti.
Dari Jakarta, kelahiran Mojokerto.
Lulusan SMA 70 Bulungan.
Semester satu.
Kos di belakang kampus.
Dan yang
bikin aku hampir takjub:
Dia ingat
kejadian Cinema 21 itu.
Katanya,
“Aku lihat kalian. Lucu tau… saling dorong tapi nggak ada yang berani nyapa.”
Duh,
malunyaaa…
Tapi dalam
hatiku—
“Ya Allah…
doa tiga bulan lalu ini… beneran Engkau jawab?”
Episode
4: Ketika Takdir Bergerak Pelan Tapi Pasti
Memang ya…
Allah itu Maha Lembut dalam menulis cerita.
Kadang jodoh
datang dari arah yang nggak kita duga:
dari sofa merah bioskop, dari studio yang beda, dari doa kecil yang dipanjatkan
sambil malu-malu.
Firmannya:
“Dan di
antara tanda-tanda-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu
sendiri supaya kamu merasa tenteram kepadanya…”
(QS. Ar-Rum: 21)
Dan
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak
pernah terlihat dua orang yang lebih saling mencintai daripada pasangan suami
istri.”
(HR. Ibnu Majah)
Sejak hari
itu, aku percaya…
Kadang bolos
itu perlu.
Untuk menenangkan hati.
Untuk menemukan jeda.
Untuk memberi ruang pada skenario Tuhan.
Yang
penting:
jangan bolos doa.
Karena bisa
jadi…
cinta yang kamu cari tidak sedang menunggu di ruang kuliah—
tapi di Cinema 21,
atau di meja sebelah saat kamu makan ayam bumbu rujak.
Aamiin.
