KITA SEMUA PENDATANG: CERITA PANJANG MANUSIA INDONESIA DAN RINDU YANG MENGAJAR KITA MENJADI MANUSIA
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Kadang, di tengah keramaian pasar atau riuhnya orang pulang kerja di terminal, aku suka berhenti barang semenit. Melihat wajah-wajah yang lewat dengan cepat—ada yang cemberut, ada yang senyum kecil, ada yang sibuk menggendong anak sambil menenangkan pakai biskuit, ada bapak-bapak yang baru turun motor dengan helm masih nempel kayak belum siap berpisah. Dan entah kenapa, selalu muncul satu pertanyaan yang bikin aku nyengir sendiri:
“Di antara kita
semua ini… siapa sih yang bener-bener asli Indonesia?”
Sebuah
pertanyaan yang keliatannya remeh, tapi kalau ditarik pelan-pelan, seperti kita
nyabut serat kain kusut yang bandel banget, ia mengantar kita pada satu
kenyataan yang—jujur aja—bikin hati jadi lebih lembut:
Kita semua…
pendatang.
Pendatang yang kebetulan jatuh hati pada tanah yang sama.
Dan dari
sinilah cerita ini benar-benar mulai hidup.
Ngopi di
Warung, dan DNA yang Ikut Nimbrung
Bayangin kamu
lagi ngopi santai di warung, angin sore adem, suara wajan goreng tempe
kedengaran renyah banget. Tiba-tiba ada yang nanya:
“Mas, asli sini
apa pendatang?”
Kamu mungkin
jawab santuy:
“Asli dong… asli Indonesia.”
Tapi coba
bayangin kalau DNA kita ikutan nimbrung sambil angkat tangan dan ngomong,
“Ehhh… sabar
dulu bos. Kamu tuh campuran Afrika, Asia, Taiwan, India, Arab, Tiongkok, Eropa…
komplit kayak nasi campur Madura.”
Dan kita cuma
bisa nyengir kayak orang ketahuan makan cilok waktu jam pelajaran.
“Oh… begitu ya,
bang DNA.”
Memang begitu
faktanya.
Kita Lahir
dari Perjalanan—Secara Harfiah
Nenek moyang
kita bukan tipe manusia yang betah rebahan sambil scroll medsos sampai
ketiduran.
Mereka adalah petualang sejati.
- Mereka berangkat dari Afrika, jalan ribuan
kilometer, menembus Asia Selatan, lalu tiba di tanah yang kelak jadi
Nusantara.
- Lalu datang lagi gelombang besar manusia Austronesia
dari Taiwan—para ahli perahu, ahli bertani, ahli mengarungi laut luas.
- Lalu datang lagi rombongan dari India, Persia,
Arab, Tiongkok, dan akhirnya Eropa.
Kalau DNA itu
makanan, orang Indonesia itu bukan sekadar nasi campur…
tapi prasmanan internasional lengkap dari ujung Afrika sampai ujung Pasifik.
Dan lucunya
lagi?
Setelah DNA kita komplit, orang Jawa malah migrasi lagi ke Suriname.
Ngajarin tembang Jawa di Amerika Selatan sambil masak rawon.
Sumpah, dunia ini luar biasa kreatif.
Darah Raja
pun Bukan Satu Warna
Kalau kamu
pikir bangsawan Jawa itu “murni”, siap-siap dikejutkan sejarah.
Majapahit itu
punya hubungan erat dengan Champa.
Champa punya mata rantai dengan Samarkand.
Dari jalur inilah lahir tokoh-tokoh besar, termasuk para Wali Songo.
- Sunan Ampel? Lahir di Champa.
- Sunan Bonang? Garis keturunan internasional.
- Kesultanan Demak? Berdiri dari gabungan keturunan
campuran tadi.
Garis biru
kerajaan ternyata lebih mirip peta rute penerbangan internasional ketimbang
garis lurus satu arah.
Dengan Semua
Campuran Ini, Apa Masih Layak Bilang “Asli”?
Kadang kita
terjebak dengan istilah “pribumi” atau “non-pribumi”, “lokal” atau
“non-lokal”—padahal itu semua kelihatan megah hanya karena kita lupa sejarah
diri sendiri.
Kalau bicara
kejujuran sejarah…
yang “asli” dari kita cuma satu:
Semangat hidup
bersama.
Allah
berfirman:
“Wahai
manusia, Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Allah tidak
bilang:
“Supaya kalian saling menuduh siapa yang asli, siapa yang palsu.”
Rasulullah ﷺ
pun berkata:
“Tidak
ada kelebihan orang Arab atas non-Arab kecuali dengan ketakwaan.”
(HR. Ahmad)
Jadi kalau
masih ada yang ribut,
“Pemimpin harus asli daerah!”
Ya… mungkin
mereka lupa bahwa bahkan leluhur daerah itu pun dulunya pendatang dari pulau
lain, benua lain, atau laut lain.
Yang lebih
tepat itu begini:
“Pemimpin harus
asli Indonesia… di dalam hatinya.”
Percampuran
Darah Itu Kini Terlihat dengan Jelas
Hari ini,
Indonesia adalah tempat di mana:
- Orang lokal menikah dengan orang Eropa,
- Orang Dayak menikah dengan orang Arab,
- Orang Bali menikah dengan orang Tiongkok,
- Orang Sunda menikah dengan orang India,
…dan semuanya
menghasilkan desain manusia yang makin berwarna, makin cantik, makin kuat — dan
makin Indonesia., dan anakkupun sudah berdarah campur, dia bukan lagi asli
seperti yg didengung2kan selama ini
Indonesia
itu bergerak.
Berjalan.
Berkembang.
Sampai akhir dunia nanti.
Indonesia:
Rumah, Bukan Warisan Satu Suku
Negara ini
berdiri bukan karena satu leluhur menang dan yang lain kalah.
Negara ini
berdiri karena sumpah.
Sumpah Pemuda:
- Bertanah air satu
- Berbangsa satu
- Berbahasa satu
Dan lucunya
lagi, kini bahasa Indonesia dipelajari di 54 negara.
Itu berarti apa?
Warisan
Indonesia bukan “lokal” lagi —
ia sudah meng-global.
Kalau bahasa
kita sudah keliling dunia,
kenapa pikiran kita masih dikurung pagar kecil bernama “asli atau bukan asli”?
Awal dari
Kesadaran Baru
Indonesia itu
bukan museum untuk mencari siapa leluhur yang paling murni.
Indonesia itu taman luas, tempat warna-warna tumbuh indah karena perbedaan.
Kita bukan satu
keturunan.
Kita adalah orkestra DNA dunia yang Tuhan kumpulkan dalam satu panggung bernama
Nusantara.
Maka pertanyaan
terpenting bukan lagi:
“Siapa yang
asli Indonesia?”
Tapi:
“Apakah kita
sudah menghidupi keindonesiaan kita?”
Pada akhirnya,
yang membuat kita Indonesia bukanlah darah kita…
tapi takdir yang mempertemukan kita untuk tumbuh bersama, bernafas bersama, dan
mencintai tempat yang sama.
Dan jika kita
bisa melihat ini…
ucapan, pikiran, dan sikap kita akan lebih lembut, lebih tenang, dan lebih
manusiawi.
Persis seperti
pesan Al-Qur’an dan teladan Rasulullah:
bahwa manusia itu satu keluarga besar — hanya rumahnya saja yang berbeda-beda.
Dan kebetulan,
rumah kita sekarang…
adalah INDONESIA, rumah paling indah yang Tuhan titipkan untuk dijaga bersama.