SAAT DUNIA BERPUTAR, TAPI HATIMU TETAP DI SITU
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Hidup suka
ngasih kita kejutan-kejutan kecil yang bikin kita berhenti sejenak, tarik
napas, dan mikir, “Oh… ternyata begini rasanya dicintai.” Bukan cinta yang
meledak kayak petasan tahun baru, bukan juga cinta yang penuh drama kayak
sinetron jam tujuh. Tapi cinta yang tenang—yang kalau kamu sandarkan kepala,
rasanya kayak pulang ke rumah setelah hari panjang yang melelahkan.
Dan begitulah
cerita ini bermula. Dari seseorang yang akhirnya menemukan tempat pulang,
tempat di mana hatinya berhenti mondar-mandir mencari pembenaran, tempat di
mana ia merasa… lengkap.
Ia bilang,
kalau harus hidup tanpa orang itu, hari-harinya bakal kosong. Malamnya terlalu
sunyi, kayak lampu jalan yang telat nyala. Ada getir di suaranya, tapi juga
kejujuran yang nggak bisa ditutup-tutupi: “Aku pernah jatuh cinta sebelumnya…
tapi nggak pernah sedalam ini.”
Cintanya bukan
cinta yang ribut dan penuh tuntutan. Bukan cinta yang sibuk memaksa perubahan.
Justru sebaliknya—cinta ini datang dengan tatapan yang bilang, “Kamu nggak
harus jadi siapa-siapa. Kamu nggak perlu berubah. Aku cinta kamu yang sekarang,
persis yang ini.”
Dan di situ,
orang itu luluh. Karena jarang ada yang mencintai kita tanpa syarat, tanpa
daftar target, tanpa proposal revisi.
Cinta mereka
kayak bintang penunjuk arah. Di tengah hidup yang jalannya kadang mulus, kadang
berlubang, kadang kayak labirin yang dibikin sambil ngantuk, mereka tetap
saling memandu. Saling jadi pegangan. Saling memastikan, “Aku di sini ya,
tenang saja.”
Bahkan ketika
dunia berubah—karier naik turun, rencana gagal, usia makin berjalan,
mimpi-mimpi direvisi, ketakutan datang bergantian—ada satu yang tetap sama:
rasa cintanya. Nggak ikut gonjang-ganjing, nggak goyah diterpa angin.
Cinta yang
dewasa memang begini. Tidak selalu meriah, tapi dalam. Tidak selalu heboh, tapi
nyata. Ia memeluk, bukan menuntut. Ia memperbaiki tanpa memaksa. Ia tinggal
ketika segalanya bergeser.
Dan yang lucu,
kadang cinta yang paling dalam justru yang paling sederhana. Tidak pakai
kata-kata rumit, tidak pakai gesture dramatis. Cuma satu kalimat yang
diulang-ulang sampai akhirnya tertanam di hati:
“Apa pun yang terjadi… cintaku nggak akan berubah.”
Kayak pelukan
hangat yang bikin kamu malas bangun. Kayak kopi pagi yang aromanya menenangkan.
Kayak hujan deras yang tiba-tiba berhenti tepat ketika kamu mulai lelah
menunggu.
Cinta yang
tidak berubah.
Cinta yang tetap tinggal.
Cinta yang akhirnya kamu percaya... sepenuhnya.
Dan dari
sinilah cerita mereka dimulai—pelan, sederhana, tapi mengakar kuat. Sebuah
kisah tentang dua hati yang memilih untuk tetap tinggal, meski dunia terus
berputar tanpa kompromi.
Karena pada
akhirnya, yang paling dicari manusia bukan cinta yang besar… tapi cinta yang
tetap.