Hidup di kompleks perumahan karyawan Bandar Udara Tuban—yang
berdiri tak jauh dari deru mesin Boeing dan aroma aspal panas landasan—adalah
hidup di dunia kecil yang unik. Dunia yang tidak tertulis di peta mana pun,
tapi terpatri di kenangan anak-anak yang tumbuh di sana, termasuk Nucky.
Kompleks itu seperti kampung mandiri: rapi, aman, penuh kegiatan,
dan… penuh kejutan. Kadang rasanya seperti versi mini Disneyland yang dibuat
oleh orang-orang yang lebih peduli pada kebersamaan daripada hiburan mewah.
Bioskop Langit Terbuka
Di masa ketika bioskop masih barang langka dan TV cuma punya dua
channel (itu pun sinyalnya sok drama), pihak bandara dengan gagah berani
memutar film layar lebar di area kompleks. Bayangkan: tikar digelar, anak-anak
berbaris, orang tua duduk sambil ngobrol, dan layar putih raksasa dipasang
antara dua pohon besar.
Superman melesat di langit,
E.T. melambai dengan jari bercahaya,
The NeverEnding Story membuat semua anak mendadak mendongak penuh takjub.
Suara proyektornya berisik, gambarnya kadang burem, tapi justru
itu pesonanya.
Anak-anak kompleks selalu merasa seakan mereka punya bioskop
pribadi. Mewah bukan soal fasilitas, tapi soal rasa kebersamaan.
Tari dan Panggung Besar
Selain sinema dadakan, kompleks bandara punya cara lain menjaga
budaya tetap hidup: anak-anak wajib belajar menari. Bukan sekadar
“latihan sore”, tapi latihan serius, lengkap dengan gerak, tata busana, bahkan
ekspresi.
Tari Baris, Tari Pendet, Gambyong—semua kami pelajari.
Dan ketika ulang tahun perusahaan tiba, panggung besar berdiri
megah. Lampu-lampu menyala. Kursi tamu berbaris rapi. Para pejabat duduk di
deretan depan. Anak-anak yang masih bau minyak kayu putih tampil seolah-olah
mereka bintang pentas nasional.
Nucky pernah menari Tari Baris. Badannya kecil, kostumnya agak
kebesaran, tapi semangatnya? Menggelegar. Saat musik dimulai dan
langkah-langkah gagah itu dimainkan, ada rasa heroik yang mengalir. Seperti
jadi prajurit kecil yang disoraki seluruh desa.
Kadang kita tidak sadar: panggung kecil itulah yang membentuk
keberanian.
Keluarga Lapangan: Olahraga yang Tak Pernah Sepi
Kalau bicara fasilitas olahraga, kompleks bandara seharusnya masuk
nominasi “Kompleks Terlengkap se-Pulau Bali”. Ada semuanya:
- lapangan
tenis
- lapangan
basket
- lapangan
voli
- tenis
meja
- sepak
bola
Semua lengkap dengan pelatih sungguhan. Tidak heran kalau
anak-anak kompleks sering bersinar sampai tingkat kabupaten bahkan nasional.
Termasuk adik Nucky, alm. Dimas Arya Radityo. Anak mungil
yang kemudian menjadi petenis muda ranking 2 nasional kategori junior.
Prestasi membanggakan yang lahir dari tempat sederhana, latihan sore yang penuh
keringat, dan lingkungan yang selalu menyemangati.
Kompleks bandara membuat olahraga bukan sekadar kegiatan, tapi
identitas.
Tetangga yang Jadi Keluarga
Rumah-rumah di kompleks saling berdekatan, tapi bukan itu yang
membuat mereka dekat—melainkan hati penghuninya.
Di depan rumah tinggal Pakde dan Bude Woto. Orang-orang
berhati besar yang siap membantu kapan pun. Dari urusan kecil hingga darurat,
mereka adalah “orang tua kedua” anak-anak kompleks.
Di sebelah kanan, ada Oom Maniso, kepala keamanan bandara.
Galaknya… legendaris. Kalau dia melintas dengan langkah tegap dan tatapan
tajam, anak-anak yang tadinya ribut bisa langsung diam seperti tombol mute
ditekan.
Tapi jangan salah, anak-anak Oom Maniso—Wuri dan Yudhi—adalah
dua sahabat bermain yang seru. Wuri, meski perempuan, punya kemampuan manjat
pohon yang bikin anak cowok minder. Kadang dia turun dengan gaya staylish,
seolah memang lahir untuk berada di ketinggian.
Kompleks itu mengajarkan satu hal penting: keluarga bukan melulu
soal darah, tapi soal siapa yang selalu ada.
Kelahiran Dimas Arya Radityo
Di tengah semua warna hidup itu, datanglah momen paling
menggetarkan hati keluarga: kelahiran adik kecil yang penuh cahaya.
Hari Minggu, 11 Mei 1980, di klinik bandara, lahirlah Dimas Arya
Radityo. Nama “Radityo” diberikan sebagai penghormatan terhadap hari
kelahirannya—“Redite” dalam bahasa Bali berarti Minggu.
Setelah delapan tahun menjadi anak tunggal, Nucky akhirnya punya
adik. Campur aduk rasanya: bangga, senang, sekaligus tiba-tiba merasa
bertanggung jawab terhadap dunia.
Walau ya… sesekali tetap rebutan mainan.
Sesuatu yang normal sekaligus lucu bagi kakak-adik mana pun.
Hari Raya dan Pesta Rasa
Kalau mau tahu apa arti toleransi, datanglah ke kompleks bandara
di hari raya.
Idul Fitri.
Natal.
Galungan.
Nyepi.
Waisak.
Semua dirayakan dengan kehangatan yang sama. Tidak ada perbedaan.
Tidak ada jarak.
Suara salam lintasagama terdengar di setiap rumah. Anak-anak
berlarian membawa ucapan. Orang-orang saling mengantarkan makanan. Meja-meja
dipenuhi:
- opor
- rendang
- jaja
Bali
- lapis
legit
- kue
keranjang
- lawar
Anak-anak makan tanpa paham teologi, tapi mereka paham satu hal:
kita satu keluarga.
Dan Nucky tumbuh di tengah momen seperti ini. Di sanalah ia
belajar bahwa perbedaan bukan alasan untuk menjauh—justru alasan untuk saling
mendekat.
Tabungan Kantor Pos dan Ulang Tahun Ke-10
Mama punya satu kebiasaan yang selalu melekat: mendidik Nucky
menabung. Dan tempat menabung paling hits di era itu tentu saja… Kantor Pos.
Setiap uang saku lebih, uang Lebaran, atau koin hasil bantu-bantu
rumah, masuk ke buku tabungan. Mama selalu bilang:
“Tabungan itu untuk masa depanmu sendiri, Nak.”
Dan benar saja, tabungan kecil itu akhirnya berbuah sesuatu besar:
pesta ulang tahun ke-10 Nucky.
Tidak mewah, tapi luar biasa meriah. Tikar digelar, rumah penuh
anak-anak kompleks. Mama menyusun makanan: mie goreng spesial, roti isi, es
sirup, dan kue ulang tahun sederhana.
Ada games, lomba makan kerupuk, teriakan riang, dan tawa yang
menular.
Yang hadir tidak hanya teman—tapi seluruh keluarga besar kompleks
bandara.
Untuk pertama kalinya, Nucky tahu bahwa ulang tahun bukan sekadar
bertambah usia… tapi merayakan cinta.
Pak Ahmad Shoim: Guru Agama yang Membimbing dengan
Cinta
Di balik riuh rendah kehidupan kompleks, ada sisi tenang yang
membentuk spiritualitas Nucky kecil: belajar agama bersama Pak Ahmad Shoim.
Sosok santun, penuh kesabaran, dan selalu tersenyum lembut. Ia
mengajarkan huruf hijaiyah, shalat, akhlak, dan nilai hidup, tapi yang paling
penting:
Ia mengajarkan agama dengan kasih, bukan ketakutan.
Tidak ada ancaman, tidak ada bentakan. Yang ada hanya keteladanan.
Dari beliau, Nucky belajar bahwa:
- ibadah
itu pelukan
- akhlak
itu cermin jiwa
- Tuhan
itu dekat, bukan menakutkan
Dan ketika dewasa, nilai-nilai itu ia lanjutkan pada anaknya
sendiri. Sebab warisan paling indah dari seorang guru adalah cara muridnya
menyayangi generasi berikutnya.
Makna Cinta dari Masa Kecil
Semua kisah di kompleks bandara—film layar terbuka, tari-tarian,
olahraga, tetangga yang jadi keluarga, hari raya lintasagama, pesta ulang
tahun, hingga bimbingan lembut Pak Shoim—akhirnya menjadi satu mozaik besar
yang mengajarkan tentang cinta.
Cinta masa kecil bukan tentang gebetan atau degup jantung.
Cinta masa kecil adalah:
- berbagi
jajanan tanpa diminta
- menunggu
teman yang terlambat main
- menghormati
doa yang berbeda
- membantu
tetangga tanpa pamrih
- menghibur
teman yang kalah lomba
- merasa
satu keluarga meski berbeda suku, agama, atau asal
Cinta masa kecil adalah cinta paling murni—karena belum tercemar
kebutuhan, gengsi, atau kepentingan.
Dan dari kompleks bandara, Nucky belajar sesuatu yang kelak jadi
kompas hidupnya:
Cinta sejati bukan soal siapa yang kamu genggam, tapi siapa yang
kamu doakan dalam diam.