SAAT KAKI GEMETAR, LANGIT DIAM-DIAM MENOPANGMU
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Ada masa ketika hidup rasanya kayak kita lagi jalan sendirian di gang kecil pas malam. Gelap, sunyi, dan angin lewat saja bisa bikin jantung deg-degan kayak baru ketahuan nyontek sama guru killer. Masa depan di depan mata? Ah, itu lebih misterius daripada trailer film yang nggak jelas genre-nya: mau bikin kita senyum atau malah bikin nangis sambil masak mi instan jam dua pagi. Tapi anehnya, justru di saat-saat gelap seperti itulah hati kita diuji—sekeras-kerasnya. Bukan diuji supaya jatuh, tapi supaya kita tahu bahwa ada kekuatan yang nggak pernah kita sadari sebelumnya: kekuatan yang lahir ketika kita bersandar penuh pada Allah, bukan pada prediksi dan ketakutan kita sendiri.
Aku pernah
berdiri di titik itu. Bangun pagi saja rasanya kayak baru selesai pikul karung
beras keliling kota. Di kepala cuma ada tanda tanya besar yang nggak sopan
banget—datang bertamu, tapi nggak mau pulang-pulang: “Apa aku bisa? Apa aku
cukup? Apa ini semua salah langkah?” Rasanya bener-bener seperti berdiri di
tepi jurang yang penuh kabut. Maju takut. Mundur malu. Diam? Ya cuma bikin
hidup terasa mandek dan nyangkut.
Sampai suatu
hari, aku membaca satu ayat yang rasanya seperti tepukan lembut di bahu, tapi
penuh kekuatan: “Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupinya.” (QS. At-Talaq: 3). Ayat itu kayak bisikan hangat
yang bilang, “Tenang… kamu jalan saja. Sisanya biar Aku yang beresin.” Dan pada
titik itu, aku sadar… hidup ini sebenarnya sudah dijamin Allah. Tapi kenapa
rasa khawatir sering lebih rajin datang daripada tukang sayur yang belum lewat
pun kita sudah dengar klaksonnya? Ya, karena manusia memang suka
melebih-lebihkan hal yang belum tentu terjadi.
Dari situ aku
mulai melangkah lagi. Pelan—banget. Kalau dibandingkan bayi baru belajar jalan,
mungkin mereka lebih gagah daripada aku waktu itu. Dua langkah maju, satu
langkah mundur. Kadang jatuh, kadang ngelus dada sendiri sambil ngedumel pelan.
Tapi lucunya, sekarang ketika diingat-ingat, hal-hal yang dulu kelihatan besar
banget itu ternyata receh juga. Begitulah manusia: kita sering membesarkan
ketakutan sampai terasa menutupi langit. Padahal, justru di retakan-retakan
itu, mimpi kecil kita tumbuh—bandel, kuat, nekat, seperti rumput liar yang
tetap muncul meski sudah sering diinjak.
Dan setelah
lebih dari setengah abad hidup di bumi Allah ini, aku bisa bilang: semua rasa
takut itu… bisa dilewati. Semua kekhawatiran itu… akhirnya kalah oleh takdir
baik Allah. Bahkan mimpi-mimpi yang dulu terasa mustahil, Alhamdulillah, banyak
yang tercapai. Dan ayat itu? Masya Allah… benar-benar terbukti. It works, man.
Serius. Kadang kita cuma butuh satu kata: Bismillah. Selebihnya… Allah yang
urus.
Nabi SAW
pernah bilang, orang yang paling kuat itu bukan yang paling jago bergulat, tapi
yang paling mampu menahan dirinya. Bukan cuma nahan marah, tapi nahan diri
untuk nggak tumbang ketika hidup nyantol. Dari situ aku mengerti:
menahan diri bukan soal stamina… tapi soal hati. Soal tetap berdiri walau lutut
gemetar. Soal tetap tersenyum walau dada sempit. Soal tetap berjalan walau diri
ingin berhenti.
Dan akhirnya
aku paham: keberanian itu bukan berarti tidak takut. Justru keberanian itu
hadir karena kita takut, tapi tetap memilih melangkah. Takut itu manusiawi.
Nggak perlu diusir. Cukup digandeng sambil bilang, “Ayo, kita jalan
bareng-bareng.”
Setiap langkah
kecil yang aku ambil—meski goyah, meski gemetaran—itu seperti menyalakan lilin
kecil dalam hati. Awalnya cuma seberkas cahaya, tapi lama-lama jadi hangat,
besar, dan terang. Dan mimpi yang dulu cuma serpihan kecil… tiba-tiba tumbuh
jadi harapan besar, mengalahkan semua kecemasan yang pernah aku peluk
erat-erat.
Jadi kalau hari
ini kamu lagi merasa masa depanmu kabur, ribut, penuh tanda tanya… ingat satu
hal: Allah tidak meminta kita tahu apa yang ada di depan. Kita cuma diminta
melangkah. Pelan nggak apa-apa. Yang penting jalan. Karena kadang cahaya itu
bukan datang dari ujung jalan… tapi dari langkah-langkah kecilmu sendiri yang
kamu ambil meski hatimu gemetar.
Teruslah
berjalan. Siapa tahu, kebahagiaan yang kamu cari selama ini… sebenarnya cuma
selangkah lagi dari tempatmu berdiri. Dan langit? Percaya deh… ia sedang
menopangmu, diam-diam, tanpa banyak bicara.