SAAT YANG PERGI MENGAJARI KITA BERTAHAN

  UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :



(sebuah kisah kehilangan yang diam-diam membentuk hati kita jadi lebih kuat)



Kadang hidup itu kayak komedian yang nggak pernah tampil di TV, tapi jagonya nge-prank hati orang. Pelan, halus, tapi nyelekitnya itu lho… kayak sambel rawit yang keliatan jinak, tapi begitu kena lidah langsung bikin mata berair. Kita lagi asik-asiknya pegang sesuatu yang bikin nyaman—orang yang kita sayang, momen yang bikin hangat, rencana masa depan yang udah kita susun rapi—eh, tiba-tiba semesta kayak nyeletuk, “Udah ya, jatahnya segini aja.”

Dan di situ kita cuma bisa bengong.
Menarik napas panjang.
Sambil mikir, “Loh… kok cepet banget?”

Dulu, setiap kali ada yang “hilang”, rasanya dunia tuh kayak mau roboh.
Drama air mata? Sering.
Ngambek sama takdir? Ya iyalah, manusiawi.
Kadang sampe tanya ke Allah, “Ya Allah… kenapa harus aku? Apa aku kurang baik?”

Tapi makin dewasa, kita pelan-pelan sadar…
bahwa kehilangan itu bukan sekadar sesuatu yang lepas dari tangan,
tapi tentang gimana hati kita belajar melepaskan tanpa marah-marah,
belajar diam tanpa ngotot minta semuanya balik seperti dulu,
dan belajar percaya bahwa Allah selalu punya alasan,
meski kita belum ngerti sekarang.

Allah bahkan udah bilang dengan sangat lembut:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu.”
(QS. Al-Baqarah: 216)

Dan ayat ini tuh… kayak tamparan lembut.
Yang bikin kita terdiam.
Yang bikin kita mikir,
“Jangan-jangan… kehilangan ini bukan hukuman. Jangan-jangan ini cara Allah nyelametin aku dari sesuatu yang aku nggak tau.”

Kadang hati kita terlalu penuh sama sesuatu yang kita inginkan,
sampai Allah butuh ngosongin satu ruang…
supaya yang lebih baik bisa masuk.

 

Tentang Melepaskan yang Nggak Pernah Kita Siapin

Jujur, nggak ada manusia yang bener-bener siap kehilangan.
Kita sering sok kuat bilang, “Aku siap kok.”
Tapi pas kejadian beneran?

Kaki gemeter.
Hati nyut-nyutan.
Dan kita cuma bisa lihat sesuatu pergi pelan-pelan…
kayak lambaian terakhir dari orang yang kita tau nggak bakal balik lagi.

Tapi lucunya,
justru di titik paling rapuh itu, kita belajar hal yang paling kuat.

Kita belajar bahwa:

  • merelakan itu bukan tanda kalah,
  • mencintai tanpa memiliki itu ternyata mungkin,
  • kenangan yang hangat itu cukup disimpan di dada, bukan diulang terus,
  • dan beberapa orang itu cuma “bab” dalam hidup kita, bukan keseluruhan buku.

Rasulullah SAW pun udah ngingetin:

“Apa yang meleset darimu, tidak akan pernah menimpamu. Dan apa yang menimpamu tidak akan pernah meleset darimu.”
(HR. Tirmidzi)

Dan saat merenungi ini,
kita sadar satu hal penting:

Yang pergi… memang bukan milik kita.
Yang tinggal… itu yang sudah Allah tulis sejak lama.

 

Kenangan Rumah Kecil di Dalam Dada

Ada kenangan yang datangnya random kayak notifikasi tengah malam.
Kadang muncul pas lagi nyuci piring,
atau pas bau hujan tiba-tiba menyeruak.

Dan kita cuma tersenyum samar sambil bilang dalam hati:
“Ya… aku pernah sebahagia itu.”

Dan itu cukup.
Nggak harus dikejar.
Nggak harus dihidupkan kembali.
Nggak harus diminta balik.

Kenangan itu bukan musuh.
Ia adalah cara lembut Allah bilang:
“Lihat, kamu pernah kuat. Kamu pernah jatuh, tapi kamu bangkit.”

 

Tumbuh Jadi Versi Diri yang Lebih Tenang

Tanpa sadar, kehilangan itu bikin kita berubah.
Perlahan.
Diam-diam.
Tapi nyata.

Kita jadi orang yang lebih paham bahwa:

  • dunia nggak harus selalu ikut maunya kita,
  • beberapa langkah hidup memang harus ditempuh dengan perpisahan,
  • dan beberapa hal cukup dijadikan pelajaran.

Karena nggak semua yang hilang harus dicari lagi.
Nggak semua yang pergi harus dipanggil.
Nggak semua yang berubah harus dikejar.

Ada yang cukup… dikenang.
Ada yang cukup… dilepas.
Ada yang cukup… dijadikan pijakan untuk melangkah lebih bijak.

Dan siapa tahu,
justru lewat kehilangan itu,
kita menemukan diri kita yang baru—
yang lebih kuat, lebih lembut, lebih peka, lebih hidup.

 

Guru yang Diam-diam Menguatkan

Kalau sekarang kamu lagi di fase kehilangan,
lagi merasa kosong,
lagi merasa rapuh…

tenang.
Kamu nggak sendirian.

Allah selalu lebih dekat dari yang kamu bayangkan.
Kadang hidup memang ngerem mendadak,
kadang hati diguncang habis-habisan.

Tapi setelah itu?
Biasanya Allah kasih sesuatu yang jauh lebih indah dari yang pernah kita minta.

Karena kehilangan itu bukan akhir.
Yang pergi itu bukan bencana.
Melepaskan itu bukan kehancuran.

Semua itu… bentuk cinta.
Cinta Allah yang caranya sering bikin kita heran di awal,
tapi bikin kita bersyukur di akhir.

Dan kamu?
Percaya deh…

Kamu akan baik-baik saja.
Bahkan lebih baik dari sebelumnya.
Lebih kuat.
Lebih bijak.
Lebih hidup.

Postingan populer dari blog ini

SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN