DIA BISA, MAKA SAYA PUN BISA, BIIDZNILLAH
Pernah nggak sih kamu lihat orang lain sukses—entah temen
sekelas dulu yang sekarang udah punya usaha, tetangga yang dulunya jualan
gorengan sekarang punya cabang tiga, atau mantan gebetan (nah, ini yang kadang
paling nyesek) yang tiba-tiba viral karena jadi motivator—dan kamu refleks
ngomong dalam hati, “Lah, kok dia bisa sih? Kenapa bukan aku?”
Nah, hati-hati, itu kalimat tipis-tipis antara kagum dan
minder. Padahal sebenarnya, setiap kali kita lihat orang lain berhasil, itu
bukan tanda “kamu gagal”, tapi tanda “kamu juga bisa!” Cuma bedanya, mungkin
mereka udah duluan bayar “harga” dari proses yang panjang, sementara kamu baru
mulai ngumpulin recehan semangat buat beli tiket masuk perjuangan.
Setiap Keberhasilan Punya Jejak Keringat
Kita sering kali cuma lihat “hasil akhir” orang lain.
Mobilnya, rumahnya, followers-nya, atau gelarnya. Tapi jarang lihat “proses di
balik layar”—lembur, nangis diam-diam, ditolak berkali-kali, dikhianati rekan
bisnis, bahkan mungkin pernah diusir dari kontrakan.
Jadi jangan buru-buru iri. Karena kalau kamu tahu harga
perjuangan orang yang kamu iri itu, bisa jadi kamu malah bilang, “Oh, kalau
segitu harganya, saya pikir-pikir dulu deh.” 😅
Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
“Sesungguhnya besarnya pahala itu sebanding dengan besarnya
ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan
menguji mereka. Barang siapa ridha, maka baginya keridhaan; dan barang siapa
murka, maka baginya kemurkaan.”
(HR. Tirmidzi, no. 2396)
Artinya, setiap orang sukses pasti pernah diuji dulu. Nggak
ada yang langsung lompat ke puncak tanpa mendaki. Kalau kamu mau sampai ke
puncak yang sama, ya harus siap juga nanjaknya, biidznillah.
Perbedaan Bukan Pada Takdir, Tapi Pada Keyakinan
Kadang kita lupa: Allah itu Maha Adil. Setiap orang dikasih
potensi, cuma bentuknya aja yang beda-beda. Ada yang dikasih ide cemerlang, ada
yang dikasih tenaga kuat, ada yang dikasih ketelatenan luar biasa. Nah, tinggal
bagaimana kita mengoptimalkan “modal dasar” itu.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d [13]: 11)
Jadi kalau lihat orang lain bisa berubah dan sukses, jangan
malah ciut. Justru itu bukti nyata bahwa perubahan itu mungkin. Mereka
bisa karena mereka mau berubah—bukan karena mereka punya keberuntungan spesial.
Sukses itu bukan “undian langit”, tapi hasil kombinasi
antara iman, ikhtiar, fokus, dan tekun.
Fokus Pada Jalurmu Sendiri
Masalahnya, banyak orang bukan gagal karena nggak bisa, tapi
karena terlalu sering nengok kanan-kiri. Lihat orang lain udah sampai
mana, lalu sibuk membandingkan. Akhirnya malah kehilangan arah sendiri.
Padahal, setiap orang punya jalur, waktu, dan “kecepatan
takdir” masing-masing. Ibarat naik kendaraan: ada yang naik motor, ada yang
naik sepeda, ada juga yang jalan kaki sambil foto-foto dulu. 😄
Yang penting bukan siapa yang duluan sampai, tapi siapa yang tetap istiqamah di
jalan yang benar.
Kata Imam Syafi’i,
“Jika kamu tidak sanggup menanggung lelahnya belajar, maka
kamu harus menanggung pedihnya kebodohan.”
Jadi kalau mau hasil yang sama, jangan cuma lihat output-nya.
Lihat input-nya juga. Orang sukses nggak cuma kerja keras, tapi juga
kerja cerdas, kerja sabar, dan kerja doa.
Ubah Rasa Minder Jadi Motivasi
Rasa minder itu manusiawi. Tapi jangan sampai jadi “rem
tangan” buat melaju.
Kalau kamu lihat orang lain berhasil, katakan dalam hati:
“MasyaAllah, dia bisa karena Allah menolongnya. Semoga aku
pun bisa, dengan izin Allah.”
Karena kuncinya memang di situ: biidznillah — “dengan
izin Allah”.
Kamu bukan bersaing dengan siapa-siapa, kamu hanya sedang berproses menjadi
versi terbaik dari dirimu yang Allah kehendaki.
Cerita Si Penjual Es dan Si Pemimpi
Ada kisah sederhana tapi kena banget.
Di sebuah kampung, ada dua orang teman masa kecil: Jono dan Udin. Jono mulai
jualan es keliling sejak lulus SD, sementara Udin sibuk ngeluh, “Ah, jualan
gitu mah capek, nanti juga aku pengusaha sukses kok.”
Lima tahun berlalu, Jono punya tiga gerobak es dan empat pegawai. Udin? Masih
sibuk cari ide bisnis “yang nggak capek tapi cepat kaya”.
Suatu hari, Udin nanya ke Jono,
“Jon, kok bisa sih kamu sukses gitu?”
Jono cuma senyum, “Karena aku nggak nunggu siap, Din. Aku jalan dulu, biar
kesiapanku nyusul di tengah jalan.”
Itu dia bedanya. Yang satu bergerak, yang satu menunggu.
Dan dalam dunia nyata, yang bergeraklah yang menang.
Optimisme yang Tau Diri
Jadi, mulai sekarang, kalau kamu lihat orang lain berhasil,
jangan bilang “dia hebat banget”, tapi bilang:
“Dia bisa karena Allah menolongnya. Maka aku pun bisa,
biidznillah.”
Tugas kita adalah berusaha, percaya, dan berdoa. Karena
semua keberhasilan sejatinya bukan hasil dari kecerdasan manusia semata, tapi izin
Allah yang mempertemukan kerja keras dengan waktu yang tepat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu,
mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah.”
(HR. Muslim no. 2664)
Jadi, yuk semangat. Kalau orang lain bisa sampai di puncak
gunung, itu bukan tanda kamu harus minder, tapi petunjuk bahwa gunung itu
memang bisa didaki.
Langkah pertama mungkin berat, tapi ingat — bahkan langit
pun dulunya kosong sebelum Allah berkata, “Kun fayakun.” 🌤️
Maka katakanlah pada dirimu sendiri:
“Dia bisa, maka saya pun bisa, biidznillah.” Dan
kalau suatu hari nanti kamu berhasil, jangan lupa — giliran kamu yang jadi
bukti bagi orang lain bahwa mereka pun bisa.