BISNIS ITU TENTANG MARATON, BUKAN SPRINT
Banyak orang yang terjun ke dunia bisnis itu ibarat anak
muda baru beli sepatu lari mahal—semangatnya luar biasa, tapi belum tahu kalau
lintasan yang dihadapi bukan 100 meter, melainkan 42 kilometer plus bonus
tanjakan dan hujan deras di tengah jalan.
Di awal, mereka lari kencang. Promosi gila-gilaan, posting
tiap jam di media sosial, ngopi terus biar bisa begadang mikirin strategi, dan
yakin bahwa dalam tiga bulan pasti jadi miliarder. Tiga bulan kemudian? Badan
pegal, modal menipis, dan semangat mulai kempes seperti ban bocor.
Lucunya, banyak yang berhenti di titik itu. Bukan karena
bisnisnya jelek, tapi karena mereka capek duluan. Sama seperti pelari sprint
yang salah masuk arena maraton—nafasnya habis, padahal garis akhirnya masih
jauh di depan sana.
Padahal, bisnis itu bukan lomba siapa paling cepat kaya.
Tapi siapa yang paling sabar, paling konsisten, dan paling tahan banting.
Kadang bisnis bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling kuat
menahan godaan untuk menyerah.
Lihat saja para pebisnis yang sukses. Di balik kesuksesan
mereka, bukan cuma ide hebat atau jaringan luas, tapi bertahun-tahun kerja
keras yang kadang nggak kelihatan. Mereka jatuh, bangun, jatuh lagi, lalu
bangun lagi sambil senyum kecut tapi tetap jalan. Karena mereka tahu, maraton
itu bukan soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling tahan lama.
Ada masa-masa bisnis terasa seperti berlari di tengah panas
terik—pelanggan sepi, kompetitor muncul dari segala arah, dan modal seperti
menguap entah ke mana. Tapi justru di situ mental ditempa. Bisnis mengajarkan
cara bernafas panjang, menjaga ritme, dan tidak panik ketika langkah orang lain
terlihat lebih cepat. Karena setiap orang punya lintasan dan kecepatannya
sendiri.
Yang paling berbahaya itu bukan kegagalan, tapi merasa sudah
kalah sebelum benar-benar berlari. Banyak yang berhenti di kilometer ke-5
padahal garis finis ada di kilometer ke-42. Mereka lupa, di bisnis seperti
halnya maraton, yang penting bukan siapa yang start duluan, tapi siapa yang
masih bisa melangkah ketika kaki sudah gemetar.
Jadi, kalau kamu sekarang lagi ngerintis usaha dan merasa
langkahmu pelan, tenang saja. Pelan bukan berarti kalah. Justru yang pelan tapi
konsisten biasanya lebih tahan lama. Bisnis itu bukan lomba lari 100 meter. Ini
perjalanan panjang yang butuh stamina, bukan sekadar semangat sesaat.
Dan kalau kamu lihat orang lain sudah sampai jauh sementara
kamu baru separuh jalan, jangan minder. Bisa jadi mereka sprint di awal dan
nanti ngos-ngosan di ujung. Tugasmu cuma satu: terus melangkah. Karena di ujung
lintasan, pemenangnya bukan yang paling cepat di start, tapi yang paling kuat
di finish.
Ingat, dunia bisnis itu seperti maraton: bukan soal siapa
yang duluan berlari, tapi siapa yang tetap berlari ketika semua orang sudah
berhenti. Jadi, simpan energimu, atur nafasmu, dan nikmati setiap langkahnya.
Karena kalau kamu bisa bertahan, garis akhir bukan lagi sekadar tujuan—tapi
bukti bahwa kamu bukan sekadar pelari, tapi pejuang sejati.