“THE LONG AND WINDING ROAD — SEBUAH KISAH TENTANG PULANG, LUKA, DAN JALAN YANG TAK PERNAH LURUS”
UNTUK MENDAPAT SUASANA TERBAIK, SILAHKAN KLIK LINK VIDEO BERIKUT :
Kadang hidup ini terasa seperti jalan panjang yang berkelok. Ada
tanjakan yang bikin napas ngos-ngosan, ada turunan yang licin sampai-sampai
kita jatuh tanpa sempat menyiapkan diri. Kadang hujan datang tiba-tiba, mencuci
debu di bahu jalan, tapi juga menutupi air mata yang diam-diam menetes.
Namun, anehnya, seberapa pun jauh kita melangkah, seberapa sering kita tersesat
dan kembali lagi ke titik awal — jalan itu selalu mengarah ke satu hal yang
sama: “pulang.”
Bukan selalu pulang ke rumah secara fisik, tapi pulang ke hati yang tenang, ke
jiwa yang akhirnya mengerti bahwa setiap langkah dan luka ternyata punya makna
yang sama: mendekatkan kita kepada Allah.
Aku pernah ada di titik di mana semua terasa gelap dan
membingungkan. Aku merasa sudah berjalan begitu jauh, tapi entah kenapa justru
makin tersesat. Aku berdoa tapi rasanya doa itu tak sampai, seperti terpantul
oleh langit yang terlalu tinggi. Di tengah malam yang sunyi dan berangin, aku
menatap langit sambil bertanya dalam hati: “Ya Allah, ke mana sebenarnya
jalan ini membawaku?”
Dan pelan-pelan aku sadar, mungkin memang tidak semua perjalanan
harus cepat sampai.
Ada jalan yang sengaja Allah buat panjang — supaya kita sempat merenung.
Ada jalan yang sengaja dibuat berliku — supaya kita belajar sabar.
Ada jalan yang dibuat sepi — supaya kita terbiasa berbicara dengan-Nya.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an,
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini terasa begitu dalam maknanya ketika aku menyadari bahwa
jalan hidupku — yang panjang, melelahkan, bahkan menyakitkan — ternyata sedang
mengantarkanku ke arah yang lebih baik. Bukan ke arah yang aku mau, tapi ke
arah yang Allah tahu lebih aku butuhkan.
Kadang aku mencoba melupakan masa lalu, menutup pintu yang pernah
membuatku terluka. Tapi entah kenapa, setiap kali aku berlari menjauh, kakiku
seperti dibimbing kembali ke jalan yang sama.
Mungkin memang bukan untuk kembali ke masa lalu, tapi untuk menyembuhkan
apa yang dulu belum selesai.
Seperti sabda Rasulullah ﷺ:
“Ketahuilah, apa yang menimpamu tidak akan meleset darimu, dan apa
yang meleset darimu tidak akan menimpamu.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini mengajarkanku untuk berhenti mengeluh, berhenti menolak
takdir.
Sebab pada akhirnya, semua yang terjadi adalah bagian dari skenario yang sudah
tertulis di Lauhul Mahfuz. Kita hanya perlu menjalani — dengan ikhlas, dengan
sabar, dengan syukur.
Kini aku mulai mengerti, bahwa perjalanan hidup ini memang tidak
pernah lurus. Tapi di setiap likunya, Allah menanamkan pelajaran. Di setiap
hujan, ada pembersihan jiwa. Di setiap kehilangan, ada ruang untuk menemukan
diri sendiri.
Kita semua sedang berada di jalan panjang itu — the long and
winding road — dengan versi cerita masing-masing. Ada yang sedang berjuang
keluar dari luka, ada yang sedang mencari makna hidup, ada pula yang sedang
menunggu pintu ketenangan terbuka.
Tapi satu hal yang pasti: setiap langkah yang kita ambil dengan
sabar dan ikhlas, sejatinya sedang membawa kita semakin dekat kepada Allah.
Karena sesungguhnya, tujuan akhir dari semua perjalanan bukanlah dunia,
melainkan pulang kepada-Nya.
Jadi, kalau hari ini kamu masih berada di jalan yang berliku,
jangan takut.
Nikmati saja perjalanan itu — meski panjang, meski tidak selalu indah.
Senyumlah di tengah hujan, bersyukurlah di tengah letih.
Karena setiap tetes keringat dan air mata adalah bukti bahwa kamu sedang
berjalan menuju sesuatu yang berharga.
Dan ketika nanti kamu sampai di ujung jalan, kamu akan menyadari
satu hal:
bahwa semua luka, tawa, tangis, dan doa yang pernah kamu bawa…
tidak pernah sia-sia.
Itulah “the long and winding road” — jalan panjang yang akhirnya
menuntun kita pulang.
Bukan hanya ke pintu seseorang, tapi ke pelukan Allah yang penuh kasih dan
ampunan.
Dan di sanalah, kita akhirnya bisa berkata pelan:
“Alhamdulillah… akhirnya aku sampai juga.”