36 - TAHUN-TAHUN PERTAMA PERNIKAKAN
Pintu kamar kos itu berdecit pelan waktu kubuka pertama kali
sebagai suami—iya, suami resmi, bukan suami-suami hopeful yang cuma bisa ngode.
Renny masuk duluan sambil bawa tas kecilnya, dan aku ngikut dari belakang
dengan koper yang ukurannya kayak mau pindah benua padahal cuma pindah tiga
kilometer dari rumah orang tua.
“Kita tinggal di sini… beneran?” Tanya Renny sambil menoleh,
matanya nyempit kayak lagi menilai apakah kamar itu bisa memuat dua manusia
plus mimpi-mimpinya.
Kamar itu sederhana—saking sederhananya, kalau ada nyamuk masuk,
dia bingung mau sembunyi di mana. Tapi ada aura hangat, aura rumah pertama,
aura “kita mulai dari sini, ya”.
Renny meletakkan tasnya dan langsung menyapu ruangan dengan
tatapan penuh harapan. “Kecil… tapi lucu.”
“Kayak aku.” jawabku cepat.
Dia ketawa sambil nyubit. Dan jujur, di situlah aku merasa: ini
rumah, bukan karena luasnya, tapi karena ada tawa dia di dalamnya.
Meteor Garden, Vcd, Dan Lagu Yang Merasuk
Subkonsious
Dari sekian hal yang kupikir akan jadi masalah besar dalam
pernikahan, aku nggak pernah nyangka salah satunya adalah… Meteor Garden.
Begini, Ren itu fans garis keras Tao Ming Tse. Bukan garis keras
lagi—garis tebal, dipatri, dan diniatkan. Setiap toko VCD di Denpasar kayak
udah hafal muka kami.
Di rumah, Renny duduk manis depan TV kecil, matanya berbinar,
bibirnya senyum-senyum nggak jelas. Sementara aku, duduk di sebelahnya,
pura-pura baca majalah padahal dalam hati mikir, “Apa aku harus pake rambut
kribo biar mirip Dao Ming Tse?”
Adaptasi: Ilmu Paling Wajib Di Tahun Pertama
Pernikahan itu bukan cuma soal tidur sekasur. Itu soal dua kepala
keras yang dipaksa Tuhan tinggal dalam satu ruangan kecil tanpa escape route.
Misalnya soal makan.
Atau soal kasur:
Tapi ya begitulah pernikahan: bukan soal siapa benar, tapi siapa
yang rela menurut duluan biar suasana aman.
Dan… ya, ampun, langsung cair semua.
Ibadah Terpanjang: Doa Paling Setia Di Antara Kami
Di tengah semua ribut-ribut kecil soal hal receh, ada satu hal
yang bikin rumah tangga kami tetap lurus: doa.
Kami bukan pasangan sok suci. Kadang kami males, kadang kami lupa.
Tapi kami usahakan.
Motor Pertama, Mobil Pertama — Simbol Keringat Dan
Harapan
Suatu hari, setelah berbulan-bulan hidup hemat ala atlet puasa,
kami berhasil beli motor Suzuki merah. Warnanya merahnya itu semacam merah “aku
berani miskin tapi tetap keren”.
Dia ketawa sambil neplak helmku.
Motor itu kami pakai ke mana-mana. Panas. Hujan. Angin laut bau
asin. Tapi kami bahagia.
Beberapa tahun kemudian, kami berhasil beli Honda Civic tua. Tua
banget sampai-sampai kalau digas, dia batuk dulu baru jalan.
Tapi justru di mobil tua itu kami banyak bermimpi.
Dan dari mobil tua itulah, kami merancang hidup yang lebih besar
dari kamar kos.
Dari Kos Kecil Menuju Hidup Yang Lebih Lapang
Kalau dipikir sekarang, lucu ya…
Kami mulai dari kamar kos sempit yang bahkan cicak pun kayaknya
harus antri buat numpang. Tapi dari situlah kami belajar satu hal:
Cinta itu bukan soal mewahnya tempat tinggal, tapi mewahnya rasa
saling percaya.
Tapi yang tidak berubah adalah pelajaran yang kami bawa.
Bahwa rumah tangga dibangun bukan dari besar kecilnya ruang, tapi
dari besar kecilnya hati.
CATATAN NUCKY : Pernikahan bukan tentang
mencari pasangan yang sempurna, tapi tentang bagaimana dua orang yang sama-sama
nggak sempurna tetap memilih untuk saling menggenggam tangan, bahkan di
hari-hari ketika dunia terasa berat. Kebahagiaan sejati lahir dari perjuangan
kecil yang dilakukan bersama—dari satu dapur kecil, satu kasur sempit, satu
motor tua, dan satu doa yang sama.
lanjut baca klik link : 37 - PANGGILAN DARI MASA LALU : KETIKA TAKDIR MENGAJAK NAIK LEVEL