58 - BALI I AM BACK, LANGKAH BARU, NAFAS BARU, PANGGUNG BARU

 




Bali. Pulau yang entah kenapa selalu terasa seperti rumah kedua, meski kadang aku hanya menjejaknya sebentar. Tapi setiap kali kaki mendarat di landasannya, ada rasa hangat yang merayap di dada—semacam pelukan lembut dari pulau yang tak pernah banyak bertanya, namun selalu siap menerima.

Begitu pintu pesawat terbuka, aroma laut langsung menepuk-nepuk hidungku. Angin Bali—yang selalu jadi campuran antara harum garam, asap knalpot, dan entah bunga apa itu yang wanginya khas banget—langsung menelusup ke paru-paru. Dan suara motor? Jangan ditanya. Mereka itu seperti makhluk hidup yang punya shift kerja 24 jam penuh. Tidak ada lelah. Tidak ada libur.

Di antara semua keramaian itu, ada satu perasaan yang tiba-tiba muncul:
“Aku pulang.”

 

Pertemuan Pertama: Ruang Rapat, Dua Dunia, Satu Tujuan

Hari itu aku dijadwalkan bertemu dengan Pak Purwanto, General Manager Black Canyon Coffee Indonesia—perusahaan yang dulu hanya kukenal sebagai tempat ngopi, tapi sekarang… bagian dari hidup dan amanah baruku.

Aku melangkah masuk ke ruang meeting dengan napas yang ditata.
Bukan grogi.
Lebih ke… “Oke, Nuck, ini panggung baru. Jangan bego.”

Pak Purwanto menyambutku dengan senyum kecil yang rapi, khas orang yang hidupnya selalu teratur dan pikirannya tersusun alfabetis. Beliau tipe yang kalau ngomong pelan tapi maknanya bisa nusuk sampai tujuh lapis.

“Selamat datang kembali di Bali, Mas Nucky,” katanya pelan, tapi mantap.

“Terima kasih, Pak. Saya siap mulai.”

Di sampingnya duduk Pak Wayan Partiana—manusia yang kalau bicara, suaranya seperti Excel sedang menjalankan formula. Precise. Sistematis. Kadang menyeramkan.

“Kita ada beberapa isu di cost structure, Mas,” ucapnya sambil membuka file.

Beberapa?
Aku dalam hati tertawa kecil.
Biasanya kalau orang finance bilang “beberapa”, itu artinya banyak sekali.

Tapi pertemuan hari itu hangat. Kami bicara tentang strategi ekspansi, perbaikan sistem operasional, dan tantangan market kopi yang makin kreatif tapi juga makin gila. Pak Purwanto mendengar dengan seksama setiap ideku, sementara Pak Wayan menimpali dengan data. Cocok. Seimbang.

 

Meeting Manager: Ruangan Penuh Harap… dan Sedikit Curiga

Sore harinya, aku langsung diperkenalkan ke para Manager.

Ada yang tersenyum lebar, seakan berkata, “Akhirnya ada nakhoda baru.”

Ada yang angguk-angguk seperti burung pemakan jagung—ramah tapi waspada.

Ada pula yang menatapku dengan raut berbunyi:
"Ini lagi bos baru… kira-kira bakal ribut nggak ya?"

Wajar.
Orang baru dengan jabatan tinggi selalu bikin deg-degan.

Aku menyapa satu per satu, mencoba memecah kekakuan.

“Selamat sore. Saya Nucky. Hobi saya makan… walau tubuh tidak mendukung.”

Tawa kecil pecah. Lumayan. Satu poin untukku.

Dan di ruangan itu, aku melihat harapan.
Keraguan.
Ekspektasi.
Campur jadi satu seperti kopi susu yang belum diaduk sempurna.

Tapi aku tahu satu hal pasti: konsistensi akan menjawab semuanya.

 

The Game Is Start

Pagi berikutnya, semangatku sudah menyala sebelum alarm berbunyi.
Kupikir mungkin efek euforia jabatan baru.
Atau efek Bali yang memang magnetnya aneh.

Hari itu aku bertemu sahabatku dari dua raksasa dunia advertising:

  • Saatchi & Saatchi
  • Dentsu & Young

Ruangan rapatnya kecil, tapi isinya…
waduh, ide-idenya bisa mengisi stadion.

Konsultan-konsultannya terlihat seperti manusia super—pakai kemeja rapi, rambut klimis, slide penuh warna. Tapi aku suka energi seperti itu. Hidup.

Kami duduk melingkar.

Aku meletakkan kopi di meja dan membuka pembicaraan:

“Teman-teman… brand itu bukan logo. Bukan sekadar desain. Brand itu cerita. Brand itu rasa percaya.”

Seketika ruangan jadi seperti switch on.
Mereka mengangguk.
Mencatat.
Matanya berbinar seolah baru membuka tabungan ide baru.

Pak Purwanto mengangguk pelan.
Pak Wayan menatapku seperti sedang mengukur ROI dari kalimatku.
Dan aku?
Aku tersenyum kecil sambil berkata dalam hati:

“Baiklah… permainan dimulai.”

 

CATATAN NUCKY : Keberhasilan sejati bukan diukur dari gelar atau proyek yang selesai,
tapi dari seberapa banyak hidup orang lain yang tersentuh oleh kehadiran dan dedikasi kita.

Dan hari itu…
di sebuah pulau kecil bernama Bali…
aku merasa hidupku sedang naik level.

Bukan karena jabatanku sebagai Wakil Direktur Utama.
Bukan karena meeting-meeting keren.
Bukan karena bertemu orang-orang hebat.

Tapi karena aku merasa:
Perjalanan panjangku akhirnya menemukan makna baru.

Bahwa setiap langkah, setiap kerja keras, setiap bangun pagi…
bukan lagi sekadar mengejar kehidupan—
tapi ikut menghidupkan kehidupan orang lain.

Dan di titik itu, aku tahu…
aku benar-benar pulang.


lanjut baca klik link : 59 - MULAI DARI APA YANG ADA DI TANGANMU 

Postingan populer dari blog ini

56 - SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN