57 - PERPISAHAN TERINDAH DARI BATANG : SEBUAH REFLEKSI PENGABDIAN

 



Hari-hari terakhirku di Project Batang akhirnya tiba… dan entah kenapa, rasanya seperti menutup pintu rumah yang sudah lama kutinggali. Bukan sekadar proyek, bukan sekadar pekerjaan—tapi perjalanan batinku sendiri. Semacam episode hidup yang Tuhan tulis dengan sangat rapi: penuh tawa, keringat, perdebatan, hujan deras, panas menyengat, dan tentu saja… air mata yang datang diam-diam ketika malam terlalu sepi.

Beberapa hari sebelum benar-benar pindah, aku menyempatkan diri berpamitan dengan semua orang. Rasanya campur aduk: lega karena tugasku selesai dengan baik, tapi juga berat meninggalkan orang-orang yang sudah seperti keluarga.

Aku mulai dari kantor klien: PT Bhimasena Power Indonesia. Di sana ada perwakilan dari berbagai perusahaan besar—JPower, Adaro Group, dan tenaga ahli dari Jepang yang berasal dari Itochu. Orang-orang yang selama ini kukenal lewat rapat-rapat intens, dokumen tebal, dan keputusan penting yang kadang membuatku tak tidur semalaman.

Salah satu dari mereka, seorang insinyur Jepang yang selalu terlihat tegas dan kaku, menghampiriku. Tapi kali ini… matanya berkaca-kaca.

“Thank you, Nucky… your work is truly extraordinary. We are all satisfied and happy to know you and work together. Hopefully, we can meet again another time. Always be successful… and also we express our condolences on the passing of your wife,” katanya dalam bahasa Inggris dengan aksen Jepang yang kental.

Aku mengangguk pelan, mencoba terlihat tegar.
“Thank you… I’m honored to work with all of you. You all are part of my journey.”

Kami berpelukan. Lama sekali.
Beberapa dari mereka menunduk, mengusap mata diam-diam.
Aku… ya, aku juga hampir pecah.

Perpisahan itu bukan sekadar formalitas. Ada ketulusan di sana. Ada penghargaan yang tak bisa diukur dengan angka.

Sebelum meninggalkan ruangan, aku menarik napas panjang dan menyampaikan pesan terakhir.

“Teman-teman… terima kasih untuk semua kerja sama dan kebaikan. Saya bangga pernah bekerja bersama Anda semua. Semoga apa yang kita bangun di sini menjadi jariyah amal, membawa manfaat yang tak putus. Sebab Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Khairunnāsi anfa'uhum linnās
—Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Suasana hening.
Lalu tepuk tangan bergemuruh.

Aku menunduk sejenak… mencoba menyimpan air mata supaya tak tumpah di depan banyak orang. Tapi hatiku penuh—penuh sekali.

 

Perpisahan Sebenarnya: Masyarakat Batang

Perpisahan paling mengharukan justru datang dari mereka yang mungkin tak tercatat dalam struktur organisasi: masyarakat Batang.

Tetangga-tetangga kami di sekitar mess datang berbondong-bondong. Ada yang bawa durian, salak, kelapa, gula aren, beras… semua hasil bumi mereka sendiri.

“Mas Nucky, ini oleh-oleh dari kami... kami tidak punya apa-apa, tapi kami tulus. Mas sudah kami anggap keluarga,” kata seorang ibu sambil menangis.

Perkataannya menusukku lebih dalam daripada pidato mana pun di kantor.
Tangan tuanya gemetar saat memelukku.

Aku terdiam.
Dan itulah momen ketika seorang pria dewasa yang pura-pura kuat seperti aku… benar-benar tak berdaya.

“Terima kasih, Bu… Bapak… semuanya. Saya justru banyak belajar dari panjenengan semua. Doakan saya tetap jadi orang baik ya…”

Mereka mengangguk, sebagian terisak.
Yang lain menepuk bahuku seperti ayah menepuk bahu anaknya.

 

Perjalanan Menuju Semarang

Pagi itu, perjalanan dua jam ke Bandara Ahmad Yani bersama Pak Endro terasa seperti perjalanan terakhir di sebuah babak hidup.

Kami banyak diam. Hanya suara mesin mobil dan sesekali angin yang masuk dari jendela.

Pak Endro, yang biasanya cerewet, kali ini hanya melirikku sesekali.

“Pak… nanti kalau ke Batang lagi, kabari saya ya. Saya jemput,” katanya lirih.

Aku menoleh, memberi anggukan kecil.
“Pasti, Ndro… pasti.”

Di tengah perjalanan, entah kenapa… air mataku menetes. Diam-diam. Tiba-tiba.

Aku baru menyadari sesuatu:
Selama ini aku bekerja karena target, karena profesionalisme, karena tuntutan.
Tapi di Batang… untuk pertama kalinya aku merasa menjadi manusia yang memberi manfaat.

Aku melihat sendiri dampaknya.
Di mata mereka.
Di pelukan mereka.
Di perubahan kecil yang terjadi.

Untuk pertama kalinya, aku menangis bukan karena kehilangan—tapi karena bersyukur.

 

Airport Moment — Melihat Batang Mengecil Dari Udara

Saat pesawat lepas landas, aku melihat Batang dari jendela.
Kota itu perlahan mengecil.
Tapi kenangannya malah membesar… memenuhi ruang-ruang hatiku.

Aku berbisik pada diriku sendiri:

“Nuck… kamu telah menjadi bagian dari cerita mereka. Dan mereka menjadi bagian dari ceritamu.”



lanjut baca klik link : 58 - BALI I AM BACK,  LANGKAH BARU, NAFAS BARU, PANGGUNG BARU

Postingan populer dari blog ini

56 - SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN