70 - MENJADI ORANG YANG BERMANFAAT

 





Pagi itu Surabaya masih basah oleh embun ketika aku menyesap kopi hitam panas di Avocado Coffee House. Udara pagi yang segar, aroma tanah basah, dan suara barista sedang menyiapkan latte membuatku tersadar: hidup ini sesederhana secangkir kopi, tapi bisa sebesar manfaat yang kita sebarkan.

Aku pernah bertanya pada diri sendiri, “Bagaimana caranya menjadi orang yang bermanfaat?” Jawabannya ternyata sederhana, tapi tidak mudah. Dimulai dari apa yang kita punya.

 

Mulai dari Hal yang Kita Punya

Tak harus jadi pejabat, tak harus kaya raya. Kadang, senyuman tulus atau waktu mendengarkan cerita orang lain bisa menjadi manfaat terbesar bagi mereka yang sedang runtuh harapannya.

Aku belajar, menjadi bermanfaat bisa dari hal-hal kecil:

  • Menyapa dengan hati, bukan hanya sekadar ucapan basa-basi.
  • Memberi kesempatan kerja, sekecil apapun.
  • Membagikan ilmu yang kita pahami, jangan ditimbun sendiri.
  • Menyediakan wadah tumbuh bagi orang lain, bukan hanya untuk kepentingan kita sendiri.

Di Black Canyon Coffee, Avocado Coffee House, dan jaringan bisnis yang kubangun, aku ingin menciptakan ruang bertumbuh—bukan sekadar tempat mencari nafkah. Di sanalah aku berharap karyawan bukan hanya bekerja, tapi belajar, bertumbuh, dan merasa berharga.

Aku ingat satu momen lucu di BCC Graha Pena: seorang barista muda salah menuangkan latte art, hingga wajah latte itu malah menyerupai… kucing imut dengan ekspresi kaget. Semua tertawa, aku pun ikut tersenyum. Tapi di balik tawa itu, aku melihat semangat belajar dan keberanian mencoba—itulah manfaat kecil yang nyata.

 

Membuka Jalan bagi Orang Lain, Meski Kita Belum Sampai Tujuan

Aku tahu rasanya berjuang dari nol. Maka ketika sekarang diberi sedikit kemudahan, aku merasa punya kewajiban menjadi tangga bagi orang lain.

Lewat Koperasi Insan Cita dan KITA GROUP, aku membantu alumni dan kader muda belajar, berjejaring, bahkan berbisnis bersama. Di saat banyak yang lelah oleh sistem ekonomi yang tak berpihak, koperasi bisa menjadi rumah yang ramah dan adil.

Aku selalu bilang kepada mereka:
“Kalau Mas Nucky bisa mulai dari rumah kecil di Malang dan sampai ke Surabaya, kenapa kalian tidak bisa memulai dari satu ide kecil, lalu berkembang jadi gerakan besar?”

 

Menjadi Pribadi yang Bisa Dipercaya

Bermanfaat bukan hanya soal apa yang kita beri, tapi siapa kita dalam keseharian.
Apakah kita bisa diandalkan? Apakah kehadiran kita membawa ketenangan, bukan kegaduhan?

Kepercayaan adalah modal sosial yang tak terlihat tapi bernilai luar biasa. Aku belajar, integritas adalah syarat utama menjadi orang yang benar-benar bermanfaat.

Aku ingat ketika seorang alumni KAHMI, Fikri, bercerita:
“Mas Nucky, saya takut gagal…”
Aku menjawab santai, “Fikri… gagal itu wajar. Tapi yang penting, orang di sekitarmu tahu kamu bisa dipercaya saat keadaan sulit. Itu nilai yang nggak bisa dibeli.”

 

Melatih Diri untuk Ikhlas

Kadang, ujian terbesar dari menjadi orang bermanfaat adalah tidak merasa paling berjasa.
Manfaat sejati tidak butuh pengakuan. Ia cukup ada, terasa, dan bertumbuh melalui tangan-tangan lain yang ikut tersentuh.

Aku belajar menahan diri untuk tidak selalu tampil, tidak selalu dikredit, bahkan saat usaha kita tak terlihat. Allah tak pernah luput mencatat satu kebaikan pun, sekecil apapun.

 

 Bersedekah Lewat Waktu, Pikiran, dan Doa

Tak semua orang butuh uang. Kadang mereka hanya butuh ditemani, dipahami, atau dibela. Aku belajar menyisihkan waktu—untuk mendengarkan, menguatkan, dan kadang cukup hadir saja.

Dan ketika semua kemampuan sudah tak bisa membantu, aku belajar berdoa. Dari balik layar, dari sujud tengah malam, doa bisa jadi manfaat terbesar yang tak terlihat oleh manusia, tapi terasa oleh Allah.

 

Kini aku semakin sadar: hidup bukan tentang seberapa tinggi kita naik, tapi seberapa banyak yang bisa kita bawa naik bersama-sama.
Hidup bukan soal menyinari diri sendiri, tapi menyalakan cahaya bagi mereka yang gelap jalannya.

Aku mungkin belum sepenuhnya sampai di sana. Tapi setiap hari aku mencoba menjadi versi terbaik dari diriku, dengan harapan kecil:

“Jika suatu saat aku tiada, semoga ada yang berkata: ‘Dia pernah membantuku, meski sedikit. Dia pernah membuat hidupku terasa lebih ringan.’”

Karena itulah—bagiku, menjadi orang yang bermanfaat adalah ibadah paling manusiawi.

 

Panggilan Baru: BUMD Kota Malang

Pagi itu masih basah oleh embun ketika telepon berdering. Di ujung sana, suara kolega KAHMI terdengar serius tapi hangat.

“Mas Nucky, ayo daftar jadi kandidat Direksi Perusahaan Daerah Kota Malang,” katanya mantap.

Aku diam sejenak. Jangan-jangan dia baru saja menabrak sarapanku, pikirku, tapi aku tersenyum. “Hmm… kenapa aku harus?” batinku.

Dia melanjutkan panjang lebar, menjelaskan mengapa namaku masuk daftar. Katanya, “Mas punya rekam jejak, leadership, jaringan, dan cara berpikir kreatif. Kota ini butuh orang kayak jenengan.”

Aku tidak menanggapi gegabah. Aku merenung, lalu menghubungi para senior KAHMI UNMER—mentor, panutan, dan penasihat hidupku. Diskusi panjang itu memberiku dorongan.

Mengapa diskusi ini penting? Karena medan BUMD bukan medan biasa. Politik, birokrasi, dan tekanan siap menghadang. Tapi aku menyadari, ini bukan soal ambisi pribadi—ini soal memperluas manfaat.

 

Tahap Seleksi Dan Presentasi Final

Semua dokumen administrasi kuurus. Tes tertulis, psikotest, wawancara mendalam—kulalui dengan kesungguhan. Aku tidak mengejar jabatan. Aku mengejar kesempatan memberi kontribusi lebih besar.

Tersisa empat kandidat. Di tahap final, kami diminta presentasi gagasan. Aku memilih jalanku sendiri: kolaborasi.

BUMD harus profesional, terbuka pada kerja sama dengan swasta, cepat, dan kompetitif. Bukan sekadar aman tapi stagnan. Aku ingin BUMD menjadi katalisator ekonomi lokal, sumber PAD yang signifikan.

Aku membayangkan program berbasis community impact: kolaborasi dengan koperasi lokal, digitalisasi unit usaha, pembukaan lini baru yang memadukan value ekonomi dan sosial. Impact nyata bagi masyarakat, bukan sekadar angka di laporan.

Di akhir presentasi, aku menutup dengan satu kalimat dari Sayyidina Ali:

“Nilai seorang manusia diukur dari sejauh mana manfaatnya bagi manusia lain.”

 

CATATAN NUCKY : Menjadi orang yang bermanfaat bukan soal seberapa tinggi kita berdiri, tapi seberapa banyak tangan yang bisa kita rangkul untuk ikut naik bersama. Sejatinya, nilai hidup terletak pada jejak kebaikan yang kita tinggalkan, bukan gelar atau jabatan yang kita sandang.


lanjut baca klik link : 71 - UJIAN YANG MENAIKKAN KELAS

Postingan populer dari blog ini

56 - SAAT WAKTU ITU TIBA… RENNY PULANG KE PANGKUAN ALLAH

BADAI ITU MEMANG DATANG TANPA PERMISI - 18 DESEMBER 2024.

BANGKIT LAGI, SEKALIPUN PELAN